Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Matra Solidaritas

Matra Solidaritas

MATRA SOLIDARITAS
Menempatkan Sejarah untuk Nasib Kesejahteraan
Belajar Tata Kesejahteraan Kota Sragen*
oleh : Erna Dwi Susanti 

Sumber Gambar : www.sragenkab.go.id

"If you have come to help me you can go home again. But if you see my struggle as part of your own survival then perhaps we can work together” Aborigin Woman


Bekerja bersama tidak senada dengan pembagian hasil kerja bersama. Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya melakukan suatu usaha secara terkoordinasi dan bersamaan. Ada lebih dari satu pihak yang berkontribusi dalam pelaksanaan usaha tersebut. Munculnya kesepakatan bersama dan dukungan, kepentingan dan tanggungjawab antar individu dalam kelompok, terutama diwujudkan dalam dukungan suara bulat dan tindakan kolektif untuk suatu usaha, termasuk di dalamnya adalah usaha kesejahteraan. Demikianlah seperti yang ditakwilkan sebagai penjabaran definisi solidaritas.

Solidaritas yang dalam kalangan masyarakat desa familiar disebut “tepo sliro” mengandung hakikat dasar rasa senasib sepenanggungan. Rasa sama dan sejiwa. Ketika sesama dalam kondisi sakit, maka sakit pula kondisi diri. Ketika satu bagian ada yang luka maka di bagian tubuh yang lain pulalah dirasa sakit yang sama. Hal yang demikian itulah yang mengantarkan manusia bergerak untuk saling bekerjasama, bahu membahu menopang beban dan tugas kehidupan.

Februari 2014 kemarin, Indonesia bicara tentang Kelud. Perasaan senasib dan seperasaan menggerakkan segenap lapisan masyarakat untuk berkontribusi menutup duka, mengurangi luka kemanusiaan, mengurangi trauma dan kesedihan akibat bencana. Bantuan secara terorganisir digalangkan, baik secara material ataupun immaterial. Relawan kemanusiaan, dari Kabupaten sekitar Kediri, Blitar dan Malang secara serempak datang ke lokasi untuk membantu evakuasi dan penanganan dampak letusan kelud, dari abu vulkanik sampai lahar dinginnya. Dari ada yang sekedar menyebarkan lembaran masker sampai bergandeng tangan menata kembali bangunan-bangunan yang tertimbun abu dan tugas kemanusiaan lainnya. Ini wujud kecil panggilan kemanusiaan dalam sisi solidaritas.

Fenomena Kelud dan dampak positif seperti di atas adalah konsep dasar dari kondisi eksisting jiwa kemanusiaan masyarakat untuk mengedepankan solidaritas. Sragen, sebagai salah satu kabupaten yang menjadi korban kiriman abu vulkanik dari Kelud. Meskipun secara geografis berbatasan dengan tiga kabupaten lain dengan sumber ledakan namun hujan abu menjadikan jalanan tertutup abu tebal. Reaksi cepat tampak langsung digalakkan pemerintah Kabupaten Sragen bersama dengan TNI dan masyarakat serempak membersihkan ruas jalan utama kabupaten Sragen, Jalan Sukowati. Lagi-lagi, langkah ini juga termasuk cerminan atas panggilan moral solidaritas.

Sejarah Kesejahteraan

Gambaran kesigapan dalam bekerjasama seperti demikian, adalah perwujudan kecil dari tengah mengakarnya budaya solidaritas di kalangan masyarakat Sragen. Sebelumnya, tengah ada upaya kesejahteraan yang melembaga di Kabupaten paling timur dari Provinsi Jawa Tengah ini. Berangkat dari analisa dan pembelajaran pada sejarah, mereka menemukan harapan dalam menata. Perencanaan matang untuk menemukan harapan. Kesejahteraan masyarakat. Sejarah Soeharto. Kiprah presiden kedua Indonesia inilah yang tampak diangkat Kabupaten Sragen sebagai inspirasi menemukan harapan pembangunan kesejahteraan. 

Berbekal pernyataan sederhana sang bapak pembangunan “Kalau kita memang sama-sama, insya Allah kita akan saling bekerja sama”, dilanjutkan dengan langkah kongkrit beliau bersamaan dengan Sudharmono menjalankan Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) di mana bergerak dalam bidang pembangunan tempat ibadah, masjid. Dana operasional yang digunakan untuk pembangunan berasal dari sedekah Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) serta anggota TNI untuk setiap bulan bersedekah yang dikutip dari gaji mereka. Dana itu dikelola YAMP untuk membangun dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang rohani.

Matra Solidaritas

Berangkat dari sejarah tersebut itulah, para pimpinan Kabupaten Sragen sekarang meresmikan suatu wadah untuk menata kembangkan arah pembangunan kesejahteraan dengan berasas pada solidaritas. Wadah tersebut dimaksudkan untuk mendorong percepatan program pengentasan kemiskinan Diberikan nama Mitra Kesejahteraan Rakyat (MATRA) suatu program kesejahteraan yang diinisiasi untuk mewadahi para pejabat pemerintah Sragen (terkhususkan) bagi pejabat Eselon I-IV untuk menyisihkan sebagian kecil penghasilan mereka guna membantu masyarakat Sragen yang termasuk dalam kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dana yang terhimpun digunakan untuk perbaikan rumah tidak layak huni, pengobatan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang mendukung upaya pengentasan kemiskinan.

Harapan solidaritas dalam wadah MATRA adalah adanya pembangunan yang terkoordinasi dan mengalami percepatan dengan swadaya dari pejabat pemerintah. Pemangku jabatan pemerintah (pejabat) diajak untuk turut merasakan bagaimana kondisi masyarakat yang tidak mampu untuk kemudian saling berhimpun dan bersama memberikan bantuan, kesejahteraan dan pemberdayaan.

Nasib Kesejahteraan Indonesia

Konsep kesejahteraan yang dipandang sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial dari masyarakat agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan keberfungsian sosial masing-masing. Di mana pijakan dari keberfungsian sosial adalah saat individu, kelompok ataupun masyarakat mampu menyelesaikan permasalahannya, mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu memenuhi tugas kehidupan dan mampu berelasi sosial secara normal dalam kehidupannya.

Dengan demikian, hasil dari modal sosial berupa rasa solidaritas yang dimikili Indonesia, maka Indonesia akan mampu mengarahkan kesejahteraannya pada kesejahteraan yang masif dan progresif. Indonesia masih sangat layak menetapkan arah perbaikan dan kemajuan.Indonesia hanya perlu menganalisa nilai kemasyarakatan apa saja yang ada di masyarakat, untuk dijadikan modal pelaksanaan pembangunan.  Masyarakat yang berdaya akan mampu mengenali permasalahan, mendefinisikan kebutuhan dan menuntaskan permasalahan yang mereka hadapi. Berbekal pemahaman yang demikian menjadikan mereka memiliki kesadaran untuk bersolidaritas. Pembangunan kesejahteraan masyarakat hakikatnya berada pada kemampuan dari masyarakat itu sendiri untuk berdaya menentukan arah pembangunan dan berkomitmen untuk berkontribusi, secara sadar dan sukarela.


Jika kita bedah Indonesia pada hari kelahirannya, kita akan temukan bahwa nilai terdalamnya adalah solidaritas. Selain nilai solidaritas, gotong royong muncul sebagai ekspresi solidaritas. Pada tingkatan yang lebih fisik, solidaritas dan gotong royong ini menjadi patriotisme, yaitu semangat berkorban demi tujuan bersama, yaitu Indonesia yang merdeka. Dari semangat itulah lantas kemudian lahir slogan “Merdeka atau Mati!”. Beragam nilai masih terkandung di Indonesia, di mana masyarakat berdaya di sanalah kekuatan untuk berkembang dan menata itu ada.


*) Dimuat di Majalah Empati BBPPKS Regional III Kementerian Sosial RI November 2014
Erna Dwi Susanti, S.ST
Pekerja Sosial Pandu Gempita Kabupaten Sragen Kementerian Sosial RI



0 komentar:

Posting Komentar