Sssstttt... ada
benang merah lagi yang kita temukan, dan juga kita bakal menemukan mutiara di
dalam lumpur. Yuk, sebentar saja kita sempatkan berburu. Keep spirit...
Semasa kecil berulang
kali kita mendengarkan cerita tragis si kera usil. Yang pada suatu hari ia
berjalan-jalan di pinggiran hutan dekat dengan jalan setapak. Cuaca senang,
sepertinya sedang berpihak padanya saat itu, ia menemukan sebuah perkebunan
aren milik seorang petani. Berlanjut dengan ide cerdik, licik dan jahilnya
muncul untuk memanen aren yang ada di kebun tersebut. Ember, pisau, tali dan
segenap peralatan penyadapan sudah ada di pojok kebun, yang mana sering
digunakan pak Tani untuk memanen air sadapan aren.
siikkk.
Assiikkk.ssiikk.Asssiiikk.. Itulah yang memenuhi pikir dan perasaan si kera.
Tak perlu bersusah payah menanam ataupun merawat namun pada akhirnya bisa
merasakan hasil panenannya. Lancar, sampai ia menanti ember yang dibawanya itu
penuh dengan air sadapan ia tunggu sembari
tidur-tiduran di atas pohon.
Tepat di depan posisi ember. “Yuhu,
pasti ember sudah penuh dan bisa kujual ke pasar, dan aku akan mendapatkan uang
darinya”. Lagi-lagi pikiran cari untung sendiri masih melingkupi pikirannya.
Angan yang
semakin panjang, ditemani angin yang mendayu lirih perlahan mengantarkannya
pada tidur dan mimpi-mimpi indah. Hingga akhirnya “Brukkk” terulang suara
serupa yang lebih ringin “bruk”, “Adduuuuuhhh, mimpi apa ini?” teriak si kera
dengan lantangnya. Ya, ia terjatuh. Maka spontan pak Tani datang dan meringkus
si kera. Singkat cerita, ia lantas diadili oleh pak Tani. Jengkel, bahagia,
marah, syukur dan semuanya tertumpah jadi satu. Kera ini harus dihanguskan..
ckckckc. Tragis. Inilah akhir hidup dan perjalanan si kera. Kandaslah
cita-citanya untuk menjadi kaya dengan berjualan air sadapan aren, dan
hilanglah sudah mimpi-mimpi besarnya.
Kesimpulan
singkatnya, karena si kera melamun sampai ia tertidur, ia lalai dan semakin
lengah oleh terpaan angin lirih yang mendayu sepoi-sepoi. Terjatuh dan jatuh
pula mimpi-mimpinya, karena kera masih menganut paham “mimpi di siang bolong”.
Tidak syah, halal dan realistis. Poor you ^^
Ini mungkin
mutiaranya..
Memang, tidaklah
tepat kalau kita menjadikan kera sebagai acuan. Karena dulu pun ketika mbah kakung (jawa: kakek) Charles Darwin
mengemukakan bahwa kita adalah keturunan kera, berduyun-duyun pada tidak
terima, sampai dengan hadirnya sanggahan dari Ust.Harun Yahya membantu
menguatkan pijak sanggahan tersebut. Serentak kita tidak menyepakatinya. Namun
bukankah Allah menciptakan segala sesuatu itu tidak untuk disia-siakan? Pasti
semua berhikmah, berpetuah dan akan ada pelajaran kalau kita mau terbuka dan
mencoba memahaminya. Okey? Siap dan semangat? Lanjutkan!
Celetukan yang
akan digumamkan orang ketika mendengar atai membaca kisah di atas adalah,
“harusnya kera tersebut tidak mencuri, tapi ijin pada yang punya kebun dan
jangan mengharap atas apa yang bukan menjadi hak miliknya serta tidak
sewajarnya ia panjang angan-angan dan kemudian terlena atas keadaan.
Amati-Tiru-Modifikasi.
Konsep ATM masih diberlakukan di sini.
Karena
baik, maka pilihlah
“Mereka
menanyakan kepadamu; apakah yang dihalalkan bagi mereka? ‘katakanlah:
“dihalalkan bagimu yang baik-baik” QS. Al Maidah: 4
“Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik....” QS.Al Maidah: 5
Tanamkanlah,
bahwasanya memang hanya yang halal saja yang boleh. Hanya yang baik saja yang
halal. Maka, ayo, terapkanlah pola mendengar dan kemudian taat. Jika berharap
kebiakan (termasuk di dalamnya adalah kesuksesan dan kebahagiaan) maka gunakan
jalan yang baik sesuai yang diaturkan untuk kita. Apalagi kalau bukan al Qur’an
dan as Sunnah?
Berangan-angan
dan punya mimpi, itu adalah hak dari semua orang. Dengan punya mimpi, maka
diharapkan akan ada ikhtiar yang digunakan untuk meriaihnya, mimpi-mimpi akan
menjadi motivasi tersendiri dalam bergerak. Hanya saja dalam ranah angan dan
mimpi, kita akan menjumpai beberapa tipe manusia.
1.
Tipe pesimis
Di
mana manusia yang mimpinya lebih kecil daripada kesempatan yang ada. Ia tak mau
menanggung banyak resiko atas kegagalan dan kekecewaan.
2.
Tipe realis
Di
mana manusia yang menyetarakan antara kesempatan dan impian. Ia lebih memilih
tinggal dalam nuansa yang flat (datar)
3.
Tipe idealis
Jika
kesempatan itu ada 10, maka dia akan membuat 15 mimpi atau bahkan lebih. Di
mana 10 mimpi ia penuhi dengan kesempatan, namun dia juga akan mengikhtiarkan
untuk menemukan 5 kesempatan baru guna mengejar 5 targetan mimpi tertinggalnya.
Ia akan berusaha untuk mencari peluang, ia akan bekerja keras melewati
tantangan. Karena idealisme yang mengantarkan orang semacam ini pada kerja
keras dan kerja cerdas.
Pilihan tipe
mana yang hendak digunakan dan perlu diingatkan bahwasanya setiap tipe juga
akan memiliki resiko tersendiri, kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Intinya “seimbangkan anganmu dengan ikhtiarmu”.
Dan bersiap
siagalah...
Ibnu Abbas
ra.berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “awal dari perkara ini adalah nubuwah
dan rahmat, kemudian khilafah dan rahmat. Setelah itu akan muncul raja dan
rahmat, lalu penguasa dan rahmat, kemudian mereka saling melukai sebagaimana
keledai saling melukai. Oleh karena itu, hendaklah kalian berjihad. Dan
sesungguhnya, jihad paling utama adalah ar ribath (besiap-siaga). Ribath
kalian yang paling utama adalah di ‘asqalaan”.
Dan masih ingatkan
kita, sebagaimana dalam surat cinta yang selalu kita baca “Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung”. Ali Imran:200
Tidak
pernah ada nasehat atau pesan “jangan hati-hati ya, nanti kamu jatuh saja ya di
jalan!” atau pesan-pesan senada yang lainnya. Yang ada justru pastilah pesan
bagaimana kita terus melangkah dengan penuh kehati-hatian, penuh kewaspadaan
dan tersu bersiap siaga. Dengan siap siaga akan menghadirkan penjagaan yang
ketat, dengan siap siaga suatu kelalaian dan kelenaan tidak akan dengan mudah
menghampiri terlebih menyapa, kapanpun dan di manapun tetaplah bersiap
siaga....
Pilih
jalan yang baik, terus pertajam mimpi dan kuatkan ikhtiar serta bersiap
siagalah. Jangan sebatas mengharap layaknya kera dalam cerita. Jika si kera
sudah jatuh karena kesalahannya, maka sungguh tak layak jika kita hanya
mendengar lantas mengulang kesalahan tersebut. Maka, ikhwah, ayo bangkitlah
karena kita bukanlah kera. Kita bukan kera-kera keladi itu.
0 komentar:
Posting Komentar