Menjelang sidang MPR tanggal 12 Maret di kalangan masyarakat jadi
semakin terasa ketegangan yang dirasakan oleh para pemegang kekuasaan
Negara kita ini. Larangan terhadap bioskop memutar film-film yang
memungkinkan merangsang terhadap ketentraman dan gangguan keamanan
sebenarnya tidak perlu dan hanya membuat masyarakat yang tidak tegang
menjadi tegang. Orang jadi pada bertanya-tanya, apa gerangan yang
disangka atau ditunggu oleh penguasa akan terjadi, sehingga film-film
yang menunjukkan adegan kekerasan supaya jangan sampai dipertunjukkan di
bioskop-bioskop di seluruh Indonesia.
Selama ini film-film demikian dipertunjukkan terus-menerus tanpa menimbulkan akibat-akibat yang merusak atau menganggu keamanan.
Selain
itu, juga telah dilarang berbagai pertemuan, seminar, konferensi,
ceramah-ceramah dan sebagainya, semuanya dengan alas an demi menjamin
ketenangan menjelang dan selama sidang MPR.
Malahan
harian Kami memberitakan bahwa Kamtib DKI telah diperintahkan agar siap
menghadapi demonstrasi mahasiswa. Kami telah memasang kuping ke dunia
mahasiswa di Jakarta dan tak mendengar ada kelompok mahasiswa yang
merencanakan melakukan demonstrasi maka mahasiswa akan berdemonstrasi.
Tetapi menurut hemat kami kemungkinan ini kecil sekali.
Kita
semua sangat setuju untuk menjaga supaya ketentraman dan ketertiban
terjaga terus, tidak saja menjelang dan selama sidang MPR, akan tetapi
seterusnya.
Kami khawatir tindakan-tndakan yang
diambil bukan membikin tenteram, tetapi sebaliknya bikin masyarakat jadi
gelisah resah. Malahan mungkin orang jadi takut untuk menyampaikan rasa
isi hati mereka, baik lewat pers maupun langsung pada para anggota MPR
yang terhormat. Jika ini terjadi, hal ini merupakan kerugian besar bagi
sidang MPR. Hendaknya menjelang dan selama sidang, dan setelah sidang,
memberikan saran-saran, sumbangan pikiran, hasrat-hasrat dan mimpi-mimpi
mereka, ketakutan-ketakutan dan kekecewaan mereka pada wakil-wakil MPR.
Dengan demikian terjalin hubungan erat antara para wakil rakyat anggota
MPR dengan rakyat banyak, timbul iklim senasibsepenanggungan, dan
terbulka jalur dan saluran komunikasi yang erat antara para anggota MPR
dengan rakyat.
Akan tetapi, jika sidang MPR
dibikin terlalu angker, maka MPR akan jauh dari rakyat, hubungan MPR
dengan masyarakat jadi kaku dan jauh, dan percuma sja pemilihan umum
yang lalu. Baiklah kita sdari bahwa bukan saja di Indonesia melainkan
juga di negeri-negeri lain, di samping memakai saluran partai, maka
rakyat (terutama yang nonpartai yang jumlahnya masih merupakan jumlah
yang terbesar) ingin pula secara langsung menyampaikan isi hati mereka
pada wakil-wakil MPR yang terhormat lewat tulisan-tulisan di media
massa, lewat ruang pikiran pembaca di surat kabar, lewat interview
dengan pers.
Malahan kami berpendapat bahwa
sebaiknya masyarakat didorong untuk mempergunakan saluran-saluran yang
sah serupa ini untuk menyampaikan isi hati mereka pada anggota MPR.
Masalah kedudukan ekonomi pribumi yang lema, soal keadilan sosial,
hokum, pendidikan, lapangan kerja, modal asing, perumahan rakyat, dan
berbagai masalah lain yang selama ini menimpa rakyat kita hendaknya
dapat dengan bebas dikembangkan pada para anggota MPR.
Karena itu, kami menganjurkan pada para penguasa supaya memperlihatkan sikap yang tenang agar rakyat juga ikut tenang.
3 Maret 1973
Tepat
dan sepertinya masih akan tetap berlaku dengan kalimat penutup yang
disampaikan oleh Muchtar Lubis dalam tajuknya di atas. Sebuah anjuran
agar para penguasa tenang tidak perlu terkesan takut dan merasa gusar
denga gundah, karena jikalau penguasa sudah kelabakan dalam mencari
tempat persembunyian yang aman, maka ke mana lagikah rakyat-rakyatnya
akan lari dan bernaung? anak ayam yang kehilangan induk, dan tentunya
rakyat akan jauh lebih kuwalahan. Rakyat akan semakin bingung dan akan semakin tidak tenang.
Setengah
sadarpun, orang-orang akan mudah memberikan pandangan, Indonesia
sekarang sudah tidak memberikan kenyamanan, banyak anarki yang terjadi.
Banyak aksi brutal oleh para rakyat yang merasa tertindas, penolakan BBM
di akhir Maret kemarin pun juga setengah-setengah untuk bisa kita
berikan penyikapan. Setengah bisa dianggap salah, namun juga setengah
mereka tidak bisa disalahkan. Semua keadaan itu terjadi sebagai suatu
respon atas rangsangan yang ada. Respon atas penindasan dan keadaan yang
tidak berpihak padanya.
Refleksi sesaat yang pantas dan
bisa untuk digunakan sebenarnya simpel. Kalau sekiranya tidak ada
sesuatu yang kurang tepat, salah, aib, noda, penipuan, kerusakan,
penyelundupan, mafia terselubung, kejahatan yang teragendakan dan
nokta-nokta salah yang tersengajakan lainnya tidak sepantasnya ada
kegelisahan saat ada tuntut ketransparanan.
Dalam bahasa
lain, tidak perlu adanya penutupan, tidak perlu adanya kegelisahan dan
tidak perlu ada kegusaran. Tenanglah. Karena jika engkau benar maka
engkau akan tenang. Jika banyak kegusaran, dan bidik serta intip lainnya
atas pergerakan-pergerakan rakyat ditanggapi dengan kegelisahan,
ketidak tenangan yang lebih terkesan ketakutan, maka sudah sewajarnyalah
jika rakyat semakin curiga pada aparat, jika rakyat semakin membenci
pada pejabat.
Mahasiswa, hanya sebatas titik tolak
pencerdasan. Mahasiswa hanya sebatas sulutan api untuk membuat
penerangan di masa-masa yang akan datang. Jika memang menghendaki api
penerangan itu menyala dengan bersih dan bermanfaat maka luruskanlah
dengan penggaris-penggaris emas dari awalnya. Cobalah untuk belajar
benar. Salam pembelajar dan perjuangan. Hidup Mahasiswa.
Ern Hidayatul Ulya
0 komentar:
Posting Komentar