Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Penjara-penjara Cinta

Penjara-penjara Cinta

Kalau sedang dalam keadaan home sick gini bawaannya selalu mengaitkan semua hal dengan nuansa di rumah. Melihat sepeda motor dengan tipe dan warna yang sama, langsung teringat kampung halaman. Bertemu dengan ibu-ibu yang berperawakan tinggi semampai langsung teringat Ummi. Sedang keadaan hujan deras, teringat hangat dekapan Ummi di depan rumah. Karena mitos orang Jawa, ketika hujan jangan di dalam rumah. Bahaya katanya. Dan banyak hal-hal lain yang terus-terusan saya kaitkan dengan kampung halaman. Benar-benar balada yang menyedihkan.

Kemarin, 11 Maret 2012 agenda di kampus saya selesaikan sampai ashar. Belum berniat untuk pulang, nampaknya hati begitu enggan untuk beranjak meninggalkan kampus. Nunggu waktu maghrib sekalianlah, pikir saya. Sembari bisa melakukan kegiatan yang bisa membuat hati refresh, tak perlu ditolak. Lakukan sajalah. Demikian pula yang saya pilih ketika itu. Maghrib sudah tiba, nanggung lah, tunggu waktu isya saja sekalian, pikir saya selanjutnya.

Di lengan kiri, jam tangan sudah menunjukkan pukul 20.15, sudah cukup larut kalau kategori mahasiswa beraktivitas di kampus. Masjidpun sudah mulai lenggang, apalagi kampus? Sudah tak ada orang. Dengan sedikit ogah-ogahan, menuruni anak tangga demi anak tangga dari lantai 3 masjid kampus menuju tempat penitipan sepatu. Tak terasa jam sudah 20.30, lima belas menit berjalan tanpa aktivitas yang berarti.

Sampai kost-an sekitar 20.45, lagi-lagi balada home sick kembali melanda.

Dulu, ketika masih SMA, pulang beraktivitas lewat dari jam 20.30 jangan harap bisa masuk ke rumah. Pintu terkunci. Rumah mbah sajalah yang bisa jadi alternative tempat pulang. Mulai sekitar jam 20.00an, ketika saya atau kakak perempuan belum pulang sudah ada penjaga yang duduk dengan harap-harap cemas bercampur raut ketegasan sudah menunggu dengan duduk di kursi, di teras rumah. Ya, Ummi selalu memberikan jam malam yang ketat untuk kami (saya dan kakak). Jam 21.00 semua putri-putrinya harus sudah ada di rumah dan tidak ada yang beraktivitas di luar, kecuali ada mukhoyyam, PERSAMI, ataupun kegiatan-kegiatan lain yang diadakan pihak sekolah. Tak lepas, itupun harus melalui prosedur perijinan dari orang tua yang berbelit.

Merasa terkekang? Iya, jelas. Itulah yang dirasakan selama 18 tahun hidup bersama orang tua di kampung halaman. Merasa kebebasaan untuk bersama teman-teman sangat terbatasi. Tidak suka dengan pola yang demikian. Semacam hal-hal itulah yang saya rasakan, mungkin juga yang dirasakan oleh kakak perempuanku.


Pelajaran itu bisa kita dapatkan setelah di akhir, nampaknya memang benar. Hikmah, itulah yang lebih tepat untuk menyebutnya. Dulu merasa tertekan tapi ada yang mengontrol, namun sekarang ketika jauh dari orang tua, sudah tidak ada yang menjaga dan memberikan batasan, jam malam? Nampaknya juga hanya sebatas kesepakatan-kesepakatan saja. Ekstra memberikan penjagaan pada diri sendiri, itulah yang hanya bisa dilakukan saat ini, saat sudah diberi kepercayaan oleh orang tua, saat belum ada yang menggantikan penjagaannya.

Menyadari, ternyata dulu saya tidak sedang dalam penjara, tapi berada dalam pengawasan dan perlakuan istana.


Ern Hidayatul Ulya

1 komentar:

  1. Terbaru dan mudah untuk digunakan bagi kamu pecinta serial drama korea, sudah tau kalau sekarang menonton film drama korea sangat mudah, cukup download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis MYDRAKOR menghadirkan nuasa menonton film drama korea sangat mudah, MYDRAKOR banyak pilihan film drama korea terbaru.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main

    https://www.inflixer.com/

    BalasHapus