Kalau sedang dalam keadaan home sick gini bawaannya
selalu mengaitkan semua hal dengan nuansa di rumah. Melihat sepeda
motor dengan tipe dan warna yang sama, langsung teringat kampung
halaman. Bertemu dengan ibu-ibu yang berperawakan tinggi semampai
langsung teringat Ummi. Sedang keadaan hujan deras, teringat hangat
dekapan Ummi di depan rumah. Karena mitos orang Jawa, ketika hujan
jangan di dalam rumah. Bahaya katanya. Dan banyak hal-hal lain yang
terus-terusan saya kaitkan dengan kampung halaman. Benar-benar balada
yang menyedihkan.
Kemarin, 11 Maret 2012 agenda di kampus
saya selesaikan sampai ashar. Belum berniat untuk pulang, nampaknya hati
begitu enggan untuk beranjak meninggalkan kampus. Nunggu waktu maghrib
sekalianlah, pikir saya. Sembari bisa melakukan kegiatan yang bisa
membuat hati refresh, tak perlu ditolak. Lakukan sajalah. Demikian pula
yang saya pilih ketika itu. Maghrib sudah tiba, nanggung lah, tunggu
waktu isya saja sekalian, pikir saya selanjutnya.
Di
lengan kiri, jam tangan sudah menunjukkan pukul 20.15, sudah cukup larut
kalau kategori mahasiswa beraktivitas di kampus. Masjidpun sudah mulai
lenggang, apalagi kampus? Sudah tak ada orang. Dengan sedikit
ogah-ogahan, menuruni anak tangga demi anak tangga dari lantai 3 masjid
kampus menuju tempat penitipan sepatu. Tak terasa jam sudah 20.30, lima
belas menit berjalan tanpa aktivitas yang berarti.
Sampai kost-an sekitar 20.45, lagi-lagi balada home sick kembali melanda.
Dulu, ketika masih SMA, pulang beraktivitas lewat dari jam 20.30 jangan harap bisa masuk ke rumah. Pintu terkunci. Rumah mbah
sajalah yang bisa jadi alternative tempat pulang. Mulai sekitar jam
20.00an, ketika saya atau kakak perempuan belum pulang sudah ada penjaga
yang duduk dengan harap-harap cemas bercampur raut ketegasan sudah
menunggu dengan duduk di kursi, di teras rumah. Ya, Ummi selalu
memberikan jam malam yang ketat untuk kami (saya dan kakak). Jam 21.00
semua putri-putrinya harus sudah ada di rumah dan tidak ada yang
beraktivitas di luar, kecuali ada mukhoyyam, PERSAMI, ataupun
kegiatan-kegiatan lain yang diadakan pihak sekolah. Tak lepas, itupun
harus melalui prosedur perijinan dari orang tua yang berbelit.
Merasa
terkekang? Iya, jelas. Itulah yang dirasakan selama 18 tahun hidup
bersama orang tua di kampung halaman. Merasa kebebasaan untuk bersama
teman-teman sangat terbatasi. Tidak suka dengan pola yang demikian.
Semacam hal-hal itulah yang saya rasakan, mungkin juga yang dirasakan
oleh kakak perempuanku.
Pelajaran itu bisa kita dapatkan setelah di akhir, nampaknya memang benar. Hikmah, itulah
yang lebih tepat untuk menyebutnya. Dulu merasa tertekan tapi ada yang
mengontrol, namun sekarang ketika jauh dari orang tua, sudah tidak ada
yang menjaga dan memberikan batasan, jam malam? Nampaknya juga hanya
sebatas kesepakatan-kesepakatan saja. Ekstra memberikan penjagaan pada
diri sendiri, itulah yang hanya bisa dilakukan saat ini, saat sudah
diberi kepercayaan oleh orang tua, saat belum ada yang menggantikan
penjagaannya.
Menyadari, ternyata dulu saya tidak sedang dalam penjara, tapi berada dalam pengawasan dan perlakuan istana.
Ern Hidayatul Ulya
Terbaru dan mudah untuk digunakan bagi kamu pecinta serial drama korea, sudah tau kalau sekarang menonton film drama korea sangat mudah, cukup download aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis MYDRAKOR menghadirkan nuasa menonton film drama korea sangat mudah, MYDRAKOR banyak pilihan film drama korea terbaru.
BalasHapushttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main
https://www.inflixer.com/