Erna Dwi Susanti Personal Site

ORBIT KEBERKAHAN - THE FORBIDDEN COUNTRY



 Negeri Terlarang bagi Para Pecundang
Buku The Forbidden Country, by Erna

Sebuah karya fenomenal saya sebutnya. Overview singkat yang akan terjelaskan dalam kanal perpustakaan kali ini. Buku The Forbidden Country ini berupa tulisan-tulisan yang terkumpul dari serial catatan keberkahan Prof Saiful Bahri MA. Catatan perenungan yang mengulas seputar Masjid al Aqsha dan Palestina, keseluruhan tulisan beliau telah diterbitkan dalam kolom kontemplasi di Situs Web Asia Pacific Community for Palestine.

Buku ini tersusun dari 25 (dua puluh lima) judul tulisan.  Diterbitkan oleh  ASPAC for Palestine pada Desember 2013 dengan ketebalan buku 223 halaman + xxi.

Pada serial pertama kali ini berisi  tentang kaitan sejarah penyebaran Islam di Nusantara dengan kiprah para nai multinasional yang digalang oleh Kekhalifahan Usmaniah. Bahkan sebelum takluknya Konstantinopel. Menarikanya, di antara delegasi dakwah tersebut yang nantinya dikenal sebagai “Walisongo” ada yang berasal dari Palestina. Maka, tak heran jika di Jawa Tengah terdapat sebuah kota bernama “Kudus”, dan masjid agungnya bernama “al Masjid al Aqsha”.

Masjid yang diberkahi di dalam al Qur’an disebut dengan “alladzi barakna haulahu” ini menjadi orbit keberkahan. Tidak hanya keberkahan fiski, tetapi juga keberkahan waktu, aktivitas, tenaga, sumbangan pikiran, harta dan apa saja yang mengarah pada pembelaan terhadap tanah suci dan Masjid al Aqsha.

Totalitas perjuangan ini dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang mengajarkan nlai perjuangan dan pengorbanan. Karenanya, tanah suci dan masjid tersebut yang terancam membuat kita harus membelanya dari berbagai aspek. Berperang melalui berbagai media, siap siaga secara fisik maupun menghadapi serangan dunia maya (cyber).

The Forbidden Country, apa yang mendsari penulis menyebut demiian. Benarkah negeri tersebut adalah sebuah negeri terlarang? Untuk siapa? Mengapa dan bagaimana kisahnya?

Negeri tersebut ditaklukkan oleh keteladanan dan akhlak Umar bin Khattab. Damai. Tanpa kekerasan. Mengapa peristiwa besar tersebut tidak terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW, padahal beliau sudah mendahului singgah ke tempat tersebut seblum hijrah ke Kota Yastrib.

Dikenal sebagai bumi yang subur yang melahirkan para pejuang, namun ternyata tanah suci ini juga melahirkan dan mengorbitkan para tokoh dari kalangan ulama. Jumlahnya tidak sedikit. Ada yang terlahir dari sana. Besar dan tumbuh dewasa di sana, atau bahkan terusir dari sana dan akhirnya kembali lagi ke sana. Ada juga yang sekedar singgah ke tanah suci ini untuk menimba ilmu atau menyebarkannya. Berada di tengah-tengah orbit keberkahan.

Pesona magnetis tanah suci ini juga mendatangkan para pemimpin bersahaja namun kuat kepribaduannya, akhlak dan ilmunya padu. Sosok pemimpin seperti Sultan Nuruddin Zanky adalah salah satunya. Meski impiannya untuk menaklukkan kembali al Quds tak terwujud, perjuangan gigihnya terlihat dari sebuah mimbar yang dibuatnya. Ia siapkan untuk ditempatkan di Masjid al Aqsha. Dua puluh tahun lamanya sebelum benar-benar terjadi penaklukan kota tersebut. Shalahuddin al Ayyubi, seorang pemimpin lain setelahnya yang melanjutkan mimpinya, menjadikan salah satu sumber inspirasi perjuangan tanpa henti dan tak mengenal menyerah.

Kedua lelaki dan pemimpin tersebut beruntung sekaligus dicatat dengan tinta sejarah. Di samping itu, keduanya disatukan oleh seorang perempuan hebat yang bahkan jarang disebut namanya oleh sejarah. Janda mendiang Sultan Nuruddin Zanky ini menerima pinangan Shalahuddin al Ayyubi untuk menjadi istrinya, sekaligus melanjutkan mimpi obsesif mendiang suaminya, menaklukkan al Quds.

Kisah kepahlawanan para pemimpin ini penulis ekspresikan dalam bentuk tulisan-tulisan kontemplatif agar kita bisa memvisuaisasikannya. Seolah-olah berada di tengahnya, saat-saat menegangkan ketika menyusuri lorong-lorong kota demi kota di Bumi Syam sebelum akhirnya melakukan shalat di Masjid al Aqsha.

Perjuangan heroik tersebut juga tak bisa dikenal karena sedikit disebut sejarah. Namun, semua tahu bahwa ada banyak perempuan yang sangat menginspirasi para pemimpin dan tokoh dunia. Seorang alim asal Gaza, Imam Syafi’i memiliki spirit seorang ibu muda yang gigih. Siapa sajakah perempuan-perempuan hebat itu?

Dalam buku ini juga ada sepenggal kisah pengkhianatan yang terinspirasi pleh dosa Sang Iblis yang tadinya adalah makhluk baik-baik kemudaian menjelma menjadi The Fallen Angel. Hal ini semakin membuktikan bahwa pertarungan sengit antara kebenaran dan kebatilan tidak mengenal ruang, waktu, bahkan di alam manusia saja. Pertarungan abadi tersebut terjadi di dua alam. Terjadi selamanya. Selama kezaliman dipertontonkan dan dipertunjukkand engan keangkuhan. Orang-orang mazlum yang tertindas dan ternistakan selalu akan ada pembelanya. Meski dibela oleh orang-orang lemah seperti mereka, cepat atau lambat kezaliman akan segera sirna menemui akhir cerita dengan kehinaan dan keburukan.

Seandainya penulis tak mampu melanjutkan serialserial berikutnya, buku ini adalah kumpulan mimpi obsesif penulis yang selalu berharap terus hidup tanpa dibatasi usia dan keterbatasan penulis. Hingga terwujudnya sebuah cita-cita besar. Terbebasnya kembali Masjid al Aqsha serta umat Islam sanggup melaksanakan shalat lima waktu dengan bebas dan khusuk di dalamnya. Melengkapi perjalanan suci setelah dari Masjid al Haram dan Masjid an Nabawi, singgah dan bersujud di Masjid al Aqsha.

Aura kemenangan itu sangat dekat. Sedekat Sang Pemberi kemenangan. Lebih dekat dari urut leher manusia. (Dr. Saiful Bahri, M.A.)


SELAMAT MEMBACA 


Salam Tinta dan Pena,
Erna Dwi Susanti
Sragen, 28 November 2014

Penebus Dosa Kenaikan BBM


Pekan-pekan kemarin, diedarkan kabar bahwa launching paket sakti Kabinet Kerja Jokowi-JK yang berupa KIS, KIP dan KKS bukanlah uang tutup mulut pada masyarakat atas kenaikan BBM. Sekarang, kita cari berita dan mari kita analisa informasi yang ada. Senin, 17/11/2014 kemarin, dilansir oleh akun fanspage PDI Perjuangan :
sebagai berikut :

:: Kaca Dusta I ::

Sumber Gambar Erna Tinta Pena

Pemerintah langsung bertindak cepat untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan memberikan kompensasi. Mulai besok, Selasa (18/11/2014), kompensasi berupa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) segera didistribusikan mulai 18 November hingga 2 Desember.


Menteri Kesejahteraan Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya sudah meminta Kantor Pos di beberapa daerah agar mulai besok segera mendistribusikan dan mencairkan KKS, KIS, dan KKP atau yang biasa disebut "kartu sakti".


"Besok 18 November sampai 2 Desember semuanya (KKS, KIS, dan KKP) sudah harus terealisasi sesuai dengan pembagian distribusi," kata Khofifah dalam konferensi pers di Istana Negara, Senin (17/11/2014).


Menurut Khofifah, mereka yang sudah mendapatkan KKS, KIS, dan KKP, bisa langsung mencairkannya pada Selasa besok. Bagi yang belum memiliki ketiga kartu itu, warga bisa menggunakan Kartu Perlindungan Sosial (KPS).


Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, di Indonesia, yang berhak mendapatkan KKS, KIS, dan KKP sebanyak 15,6 juta kepala keluarga yang miskin. Menurut dia, kompensasi yang diberikan sekarang ini jauh lebih besar daripada dampak inflasi yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM.


Beberapa saat sebelumnya, Presiden mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Premium, dari harga sebelumnya Rp 6.500 per liter, naik menjadi Rp 8.500 per liter. Adapun solar dari semula Rp 5.500 per liter, naik menjadi Rp 7.500 per liter. Kenaikan harga ini berlaku mulai Selasa (18/11/2014) pukul 00.00 WIB.


Jokowi juga mengumumkan, tiga "kartu sakti", yang lebih dulu diluncurkan, merupakan "kompensasi" bagi kenaikan harga BBM yang dia sebut sebagai pengalihan subsidi ke sektor produktif ini. Tiga kartu itu adalah Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar. 


:: Fakta Lanjutan II :: 

Assalamualaikum wr wb,

Selamat malam salam sejahtera bagi kita semua

Dari waktu ke waktu kita sebagai bangsa kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit meski demikian kita harus memilih dan mengambil keputusan. Hari ini setelah melalui serangkaian pembahasan di sidang kabinet, rakor teknis di Menko Perekonomian dan rapat terbatas di istana, pemerintah memutuskan untuk melakukan pengalihan subsidi BBM dari sektor konsumtif ke sektor-sektor produktif.

Selama ini negara membutuhkan anggaran untuk membangun infrastruktur, membangun pendidikan dan kesehatan namun anggaran ini tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM.

Sebagai konsekuensi untuk pengalihan subsidi tersebut, saya selaku presiden RI menetapkan harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB terhitung sejak tanggal 18 November 2014.

Harga premium ditetapkan dari Rp 6.500 menjadi 8.500, solar ditetapkan dari Rp5.500 menjadi Rp7.500. Untuk rakyat kurang mampu disiapkan perlindungan sosial berupa paket KKS KIS dan KIP yang dapat segera digunakan untuk menjaga daya beli rakyat dan memulai usaha-usaha di sektor ekonomi produktif.

Pasti akan bermunculan pendapat setuju dan tidak setuju, Pemerintah sangat menghargai setiap masukan-masukan. Semoga keputusan pengalihan subsidi ke arah sektor produktif merupakan jalan pembuka untuk menghadirkan anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Demikian yang saya sampaikan.

Wassalamualaikum wr wb.

Setelah ini menteri terkait akan memberikan keterangan. Terima kasih


***** 

:: Sementara  gunakan informasi ini terlebih dahulu untuk beranalisa kawan :: Erna Dwi Susanti – Salam Tinta Pena!

Tafsir Untuk Indonesia

Dalam satu meja kita duduk,

menyandarkan kata yang tak termakna,

menempatkan logika dalam tanda tanya,

mengijinkan pembahasan panjang arti kedaulatan,

tafsirku, mungkin juga tafsirmu,

negeri kita masih mengangan bait-bait kesejahteraan.


Erna - 13.11.14

Hibernasi - Legalisasi Hakimi Diri Sendiri

Ada kalanya kita butuh waktu sendiri untuk memahami definisi hidup. Erna D. Susanti


Sumber gambar : www.kaskus.co.id
Hidup adalah konsekuensi logis atas dititipkannya nyawa dalam jasad. Di mana peluang itu disempurnakan dengan banyak indikator; bergerak, bernafas, menanggapi rangsang, berkembangbiak dan bermacam lainnya. Hingga dicapai pengertian atas suatu individu, “ia tahu kalau ia hidup, bagaimana hidup, untuk apa hidup dan kenapa hidup”. Untuk segala hal itulah, makhluk bernama manusia diberi anugerah luhur ternama, cipta – rasa – karsa. Hingga pada akhirnya, dibentuklah peradaban sebagai manifestasi dan kebudayaan tertinggi.


Hingar bingar kota, padatnya aktivitas, besarnya tuntutan tugas seolah menjauhkan karsa dari cipta dan rasanya. Istilah lainnya, tidak ada keseimbangan antara pemanfaatan anugerah kehidupannya. Karsa bekerja atas dominasi cipta (akal), yang diutamakan dari kondisi seperti ini adalah tujuan ‘besar’ tercapai, lantas disepakati sebagai bentuk kesuksesan. Sedang bagaimana kondisi rasa? Itu adalah kondisi di nomor kesekiannya. Serasa ada ruang kosong yang terkadang goncang, itulah salah satu effect dari pengesampingan sebuah rasa.


Adilnya, jika satu makhluk, sebut saja manusia. Apabila menghendaki kondisi yang seimbang. Sukses fisik dan sukses lahir, perlu menelaah kembali bagaimana tata kelola cipta, rasa dan karsa yang mereka miliki. Apa hak dan kewajiban ketiganya sudah terpenuhi, mana yang berlebih dan mana yang kurang? Itulah salah satu tugas pokok manusia dalam hidupnya. “Memahami definisi hidup itu sendiri”.


Untuk memahami definisi dari hidup, lengkap dengan penjabaran jawaban atas pertanyaan premis kehidupan, seorang manusia butuh waktu untuk bicara pada dirinya sendiri. Konteks bicara pada diri sendiri dapat diejawentahkan dengan ragam kondisi yang berbeda antar satu individu dengan individu lainnya. Dalam hening dan dengan terjaga, mungkin menjadi pilihan beberapa orang di antara kita, kalangan ini akan mencari waktu khusus di mana hanya ada dia, ciptanya, rasanya dan karsanya. Hanya ada dia dan dirinya yang tertekur dalam evaluasi. Namun juga ada banyak di antara kita yang memilih bergumul dalam kerasnya kehidupan untuk dapat membenturkan penilaian diri atas hidupnya. Namun ia tetap akan menyediakan settingan tempat berbeda agar bisa menghadirkan substansi “bicara dengan dirinya sendiri”.


Yang pernah hidup, punya tata cara sendiri untuk mengetahui bahwa ia hidup. Jika kemarin atau hari ini tengah singgah resah, gundah pun sedang ada segudang rasa salah dan tanpa tahu muara itu di mana asalnya, saat seperti inilah kita sedang perlu suasana beda. Sedang butuh waktu spesial yang ganda. Kenalkan diri pada kondisi hibernasi, karena terkadang kita perlu waktu untuk mengadili diri sendiri.



Hisablah dirimu sebelum di hisap
Erna Dwi Susanti,

Matra Solidaritas

MATRA SOLIDARITAS
Menempatkan Sejarah untuk Nasib Kesejahteraan
Belajar Tata Kesejahteraan Kota Sragen*
oleh : Erna Dwi Susanti 

Sumber Gambar : www.sragenkab.go.id

"If you have come to help me you can go home again. But if you see my struggle as part of your own survival then perhaps we can work together” Aborigin Woman


Bekerja bersama tidak senada dengan pembagian hasil kerja bersama. Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya melakukan suatu usaha secara terkoordinasi dan bersamaan. Ada lebih dari satu pihak yang berkontribusi dalam pelaksanaan usaha tersebut. Munculnya kesepakatan bersama dan dukungan, kepentingan dan tanggungjawab antar individu dalam kelompok, terutama diwujudkan dalam dukungan suara bulat dan tindakan kolektif untuk suatu usaha, termasuk di dalamnya adalah usaha kesejahteraan. Demikianlah seperti yang ditakwilkan sebagai penjabaran definisi solidaritas.

Solidaritas yang dalam kalangan masyarakat desa familiar disebut “tepo sliro” mengandung hakikat dasar rasa senasib sepenanggungan. Rasa sama dan sejiwa. Ketika sesama dalam kondisi sakit, maka sakit pula kondisi diri. Ketika satu bagian ada yang luka maka di bagian tubuh yang lain pulalah dirasa sakit yang sama. Hal yang demikian itulah yang mengantarkan manusia bergerak untuk saling bekerjasama, bahu membahu menopang beban dan tugas kehidupan.

Februari 2014 kemarin, Indonesia bicara tentang Kelud. Perasaan senasib dan seperasaan menggerakkan segenap lapisan masyarakat untuk berkontribusi menutup duka, mengurangi luka kemanusiaan, mengurangi trauma dan kesedihan akibat bencana. Bantuan secara terorganisir digalangkan, baik secara material ataupun immaterial. Relawan kemanusiaan, dari Kabupaten sekitar Kediri, Blitar dan Malang secara serempak datang ke lokasi untuk membantu evakuasi dan penanganan dampak letusan kelud, dari abu vulkanik sampai lahar dinginnya. Dari ada yang sekedar menyebarkan lembaran masker sampai bergandeng tangan menata kembali bangunan-bangunan yang tertimbun abu dan tugas kemanusiaan lainnya. Ini wujud kecil panggilan kemanusiaan dalam sisi solidaritas.

Fenomena Kelud dan dampak positif seperti di atas adalah konsep dasar dari kondisi eksisting jiwa kemanusiaan masyarakat untuk mengedepankan solidaritas. Sragen, sebagai salah satu kabupaten yang menjadi korban kiriman abu vulkanik dari Kelud. Meskipun secara geografis berbatasan dengan tiga kabupaten lain dengan sumber ledakan namun hujan abu menjadikan jalanan tertutup abu tebal. Reaksi cepat tampak langsung digalakkan pemerintah Kabupaten Sragen bersama dengan TNI dan masyarakat serempak membersihkan ruas jalan utama kabupaten Sragen, Jalan Sukowati. Lagi-lagi, langkah ini juga termasuk cerminan atas panggilan moral solidaritas.

Sejarah Kesejahteraan

Gambaran kesigapan dalam bekerjasama seperti demikian, adalah perwujudan kecil dari tengah mengakarnya budaya solidaritas di kalangan masyarakat Sragen. Sebelumnya, tengah ada upaya kesejahteraan yang melembaga di Kabupaten paling timur dari Provinsi Jawa Tengah ini. Berangkat dari analisa dan pembelajaran pada sejarah, mereka menemukan harapan dalam menata. Perencanaan matang untuk menemukan harapan. Kesejahteraan masyarakat. Sejarah Soeharto. Kiprah presiden kedua Indonesia inilah yang tampak diangkat Kabupaten Sragen sebagai inspirasi menemukan harapan pembangunan kesejahteraan. 

Berbekal pernyataan sederhana sang bapak pembangunan “Kalau kita memang sama-sama, insya Allah kita akan saling bekerja sama”, dilanjutkan dengan langkah kongkrit beliau bersamaan dengan Sudharmono menjalankan Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) di mana bergerak dalam bidang pembangunan tempat ibadah, masjid. Dana operasional yang digunakan untuk pembangunan berasal dari sedekah Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) serta anggota TNI untuk setiap bulan bersedekah yang dikutip dari gaji mereka. Dana itu dikelola YAMP untuk membangun dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang rohani.

Matra Solidaritas

Berangkat dari sejarah tersebut itulah, para pimpinan Kabupaten Sragen sekarang meresmikan suatu wadah untuk menata kembangkan arah pembangunan kesejahteraan dengan berasas pada solidaritas. Wadah tersebut dimaksudkan untuk mendorong percepatan program pengentasan kemiskinan Diberikan nama Mitra Kesejahteraan Rakyat (MATRA) suatu program kesejahteraan yang diinisiasi untuk mewadahi para pejabat pemerintah Sragen (terkhususkan) bagi pejabat Eselon I-IV untuk menyisihkan sebagian kecil penghasilan mereka guna membantu masyarakat Sragen yang termasuk dalam kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dana yang terhimpun digunakan untuk perbaikan rumah tidak layak huni, pengobatan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang mendukung upaya pengentasan kemiskinan.

Harapan solidaritas dalam wadah MATRA adalah adanya pembangunan yang terkoordinasi dan mengalami percepatan dengan swadaya dari pejabat pemerintah. Pemangku jabatan pemerintah (pejabat) diajak untuk turut merasakan bagaimana kondisi masyarakat yang tidak mampu untuk kemudian saling berhimpun dan bersama memberikan bantuan, kesejahteraan dan pemberdayaan.

Nasib Kesejahteraan Indonesia

Konsep kesejahteraan yang dipandang sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial dari masyarakat agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan keberfungsian sosial masing-masing. Di mana pijakan dari keberfungsian sosial adalah saat individu, kelompok ataupun masyarakat mampu menyelesaikan permasalahannya, mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu memenuhi tugas kehidupan dan mampu berelasi sosial secara normal dalam kehidupannya.

Dengan demikian, hasil dari modal sosial berupa rasa solidaritas yang dimikili Indonesia, maka Indonesia akan mampu mengarahkan kesejahteraannya pada kesejahteraan yang masif dan progresif. Indonesia masih sangat layak menetapkan arah perbaikan dan kemajuan.Indonesia hanya perlu menganalisa nilai kemasyarakatan apa saja yang ada di masyarakat, untuk dijadikan modal pelaksanaan pembangunan.  Masyarakat yang berdaya akan mampu mengenali permasalahan, mendefinisikan kebutuhan dan menuntaskan permasalahan yang mereka hadapi. Berbekal pemahaman yang demikian menjadikan mereka memiliki kesadaran untuk bersolidaritas. Pembangunan kesejahteraan masyarakat hakikatnya berada pada kemampuan dari masyarakat itu sendiri untuk berdaya menentukan arah pembangunan dan berkomitmen untuk berkontribusi, secara sadar dan sukarela.


Jika kita bedah Indonesia pada hari kelahirannya, kita akan temukan bahwa nilai terdalamnya adalah solidaritas. Selain nilai solidaritas, gotong royong muncul sebagai ekspresi solidaritas. Pada tingkatan yang lebih fisik, solidaritas dan gotong royong ini menjadi patriotisme, yaitu semangat berkorban demi tujuan bersama, yaitu Indonesia yang merdeka. Dari semangat itulah lantas kemudian lahir slogan “Merdeka atau Mati!”. Beragam nilai masih terkandung di Indonesia, di mana masyarakat berdaya di sanalah kekuatan untuk berkembang dan menata itu ada.


*) Dimuat di Majalah Empati BBPPKS Regional III Kementerian Sosial RI November 2014
Erna Dwi Susanti, S.ST
Pekerja Sosial Pandu Gempita Kabupaten Sragen Kementerian Sosial RI



Menyoal Wajib Terdidiknya Anak Disabilitas

Hari ini konteks wacana kita terbingkai dalam sepotong kata “Disabilitas” yang dalam bahasa Inggrisnya memiliki arti Disability, berarti mempunyai cacat. Disabilitas dapat dikenakan beberapa sifat; mulai dari fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi dari hal tersebut. Terminologi  disabilitas sendiri biasa dipergunakan sebagai istilah pengganti dari Penyandang Cacat. 
 

Sumber gambar : www.sdirj.sch.id

Dalam kehidupan bermasyarakat, individu yang menyandang disabilitas sering menerima perlakuan sebelah mata dari masyarakat. Termasuk di dalam perlakuan tersebut adalah munculnya pandangan masyarakat terhadap kaum difabel, di antaranya adalah mitos-mitos tentang difabel. Beberapa mitos yang ada di masyarakat antara lain; mereka dinilai sebagai pihak yang selalu bergantung kepada orang lain. Sehingga perlakuan orang pada umumnya terhadap penyandang difabel adalah dengan membuat mereka benar-benar tergantung kepada orang lain (tidak memandirikan). Penyandang disabilitas adalah kaum yang harus dikasihani, mereka diidentikkan dengan penerima santunan/bantuan karena keterbatasan yang dimiliki. Selain itu mereka juga terkadang dinilai sebagai pihak yang tidak berguna sehingga keluarga atau masyarakat yang ada di sekitar penyandang difabel enggan untuk berinvestasi pada mereka, seperti halnya tidak menyekolahkan atau tidak memberikan bekal keterampilan hidup. Keberadaan difabel juga sering dicap oleh masyarakat sebagai penyakit kutukan atas suatu dosa, sehingga dijauhi/dikucilkan oleh masyarakat. Bahkan kondisi yang demikian dinilai sebagai sebuah bentuk dari takdir yang pahit, dan berakibat pada tuntutan agar dilakukan penyesalan berlarut-larut.


Definisi Normalisme


Mitos yang berkembang di masyarakat seperti halnya tersebut di atas muncul di masyarakat karena berpegang pada satu asas wajib yang diterapkan di masyarakat.  Normalisme. Kembali mendefinisikan terlebih dahulu apakah sebenarnya definisi dari normalisme, normalisme yang diartikan sebagai perwajahan suatu paham yang mengakui adanya standar-standar kewajaran dengan menggunakan pendekatan generalisasi (sama rata), sehingga seseorang akan dikatakan tidak normal/tidak wajar manakala tidak memenuhi standar yang dipergunakan dalam suatu lingkungan tersebut. Paham ini pada mulanya diperkenalkan oleh para psikolog dan ahli-ahli medis untuk diterapkan kepada manusia, meluas dan sekarang dianut oleh masyarakat secara umum.


Ciri-ciri yang dipergunakan dalam normalisme adalah diukur berdasarkan standarisasi medis dan psikologis, bermuara pada pelabelan bagi mereka yang tidak sesuai dengan standar tersebut, treatment/rehabilitasii bertujuan menormalkan, yang tidak bisa dinormalkan lantas dianggap cacat, dan berujung pada stigma yang merugikan subjek yang dicacatkan.


Tolak Label Cacat


Cacat itu berarti tidak sempurna atau produk gagal. Cacat itu diartikan tak berguna, murah dan dibuang. Cacat itu juga diartikan tidak mampu. Padahal, mereka sebenarnya juga punya kapabilitas kalau diberi kesempatan. Menyebut orang cacat berarti mengingkari firman Tuhan bahwa manusia adalah makhluk yang paling semprna. Menyebut orang cacat juga berarti menganggap Tuhan lalai dalam menciptakan manusia sehingga muncul “gagal produksi”.


Kesadaran Kritis Masyarakat


Istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people (orang dengan kemampuan yang berbeda). Dengan istilah difabel, masyarakat diajak untuk merekonstruksi nilai-nilai sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman erhadap difabel sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula.


Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel (penyandang disabilitas) sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya.


Pendidikan merupakan salah satu solusi memberikan kesempatan tersebut kepada para difabel untuk memperoleh ruang kreativitas.


Dasar Hukum


Kuatnya dasar hukum tentang pentingnya memberikan ruang dan penghargaan kepada para difabel juga menjadi pertimbangan dalam bersikap. Dasar hukum yang mengatur difabel di antaranya adalah dalam UUD 1945 pasal 28 C (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.


Selain dari UUD di atas terdapat pula dasar hukum dalam UUD 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Serta pada pasal 5 UU Sisdiknas mengenai Hak dan Kewajiban warga negara, (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.


Erna Dwi Susanti, S.ST
Pekerja Sosial Pelayanan Terpadu Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera