Re-imajinasi
Otonomi Daerah
|Refleksi Peran dan Tanggungjawab Mahasiswa atas
Seruan Tuntutan Reformasi ‘98|
Oleh : Erna Dwi
Susanti, S.ST – Kader KAMMI Daerah Solo Raya
Dinisbatkan
dalam satu hakikat paten, di mana suatu daerah tidak akan berkembang tanpa
adanya dukungan dari pusat dan pusat tidak akan ada tanpa cerita loyalitas dari
daerah. Pertemuan pemahaman demikianlah yang menempatkan pelaksanaan otonomi daerah. Pusat memberikan arah
komando pada daerah, daerah menaati, berkontribusi dalam pembangunan dengan kepemilikia
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasar
pada kondisi lokal, prakarsa mandiri dengan mendasar pada aspirasi masyarakat.(1)
Formulasi
demikian adalah perwujudan atas tuntutan dan seruan pemuda, mahasiswa dan
rakyat Indonesia dalam Tuntutan Reformasi ’98 rezim Soeharto. Kegerahan akibat
krisis dunia 1997 menempatkan rakyat pada kondisi nadhir, hampir setengah dari seluruh
penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Terlebih dengan pengumuman kenaikan
harga BBM dan ongkos angkutan pada 4 Mei 1998.(2) Serempak hasil
permusyawaratan masyarakat Indonesia dilantangkan di depan gedung para
penguasa; ditegakkan secara tegas supremasi
hukum Indonesia, Korupsi Kolusi dan Nepotisme dituntaskan, teradilinya Soeharto
beserta kroni-kroninya, teramademennya UUD 1945, dicabutnya fungsi ganda atas
TNI/Polri dan diwujudkannya otonomi daerah yang seluas-luasnya.
Latar
yang membelakangi adanya poin tuntutan otonomi daerah adalah daerah teralu bergantung pada pusat.
Pusat memiliki banyak wewenang dan peluang untuk korupsi dan sebagainya. Akibat
terlalu sibuknya pusat mengurusi daerah maka beberapa agenda pengembangan di
pusat yang seharusnya dikelola menjadi terlupa, stuasi global yang seharusnya
dipahami tidak dimengerti, wawasan hubungan internasional (international relation) tereduksi, kepiawaian untuk bermain dalam
ekonomi dunia (international economy and
finance) tidak tertangani.
Hari
ini kita dihadapkan pada realita pencapaian, prestasi atas terpenuhinya
tuntutan otonomi daerah
seluas-luasnya. Menjadi tugas besar bagi mahasiswa untuk menindaklanjuti
kemenangan pun prestasi pencapaian yang telah terberi. Memahami definisi
operasional tentang apa otonomi daerah dan membaca peluang untuk dapat
berkiprah dalam wadah otonomi daerah tersebut. Dituntut realisasi tanggungjawab mahasiswa atas
tuntutan yang diserukan dalam reformasi ’98 lalu.
Formulasi tepat untuk
menanggung amanat sudah dituntut dikemukakan. Berangkat dari upaya penemukenalan
(asesment) hakikat dari otonomi daerah dalam
pembangunan menyeluruh, dimulai dari asesmen masyarakat yang merupakan subjek dan objek otonomi
daerah (meliputi; kondisi gegrafis, demografis, kebutuhan,
keinginan, masalah, maupun sampai pada sumber potensi yang ada di dalam
masyarakat suatu daerah yang menjadi objek kerja dari suatu otonomi daerah). Hingga tercapai tujuan akhir (goal) berupa
pemahaman peluang dari otonomi daerah, dipahaminya kewajiban
pemuda atas peran dan tanggungjawab yang seharusnya sehingga tersusunlah skema
mendasar untuk menghadirkan re-imajinasi
otonomi daerah.
Peluang
Otonomi Daerah
Berbentuk
kewenangan yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat (partisipasi
masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya) untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggataan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Itulah
definisi mendasar dari otonomi daerah. Selanjutnya otonomi
daerah juga merupakan perwujudan
dari adanya dampak globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan
daerah kewenangan yang lebih luas, lebih bertanggungjawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah
masing-masing. Untuk kemudian
ditetapkannya potensi tersebut sebagai modal sosial dalam pembangunan.
Dua poin operasional yang
diperoleh untuk menjalankan otonomi daerah; aspirasi dan potensi
kemasyarakatan. Perpaduan antar kedua aspek tersebut yang diwadahi oleh otonomi
daerah memiliki arah akhir berupa kesejahteraan masyarakat, pencapaian
otonomi daerah adalah kesejahteraan rakyat, kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial dari masyarakat agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan keberfungsian sosial
masing-masing.(3) Formulasi tersebut seperti halnya yang termaktub di
dalam bagan di bawah ini:
Bagan 1 Formulasi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Selanjutnya, dalam rangka
pembangunan dan pengembangan untuk mencapai kesejahteraan di suatu
daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan
daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk
membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak dari
daerah. Pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk berkreasi dan berekspresi
dalam rangka membangun daerahnya dengan tidak melanggar aturan yang telah
ditetapkan. Pemerintah
daerah tetap harus menyertakan masyarakat dalam tata-kelola pembagunan, minimal
untuk melakukan analisa potensi dan kekhasan yang ada.
Re-imajinasi Otonomi Daerah
Imajinasi secara umum didefinisikan sebagai kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide. Dipandang sebagai proses membangun
kembali persepsi dari suatu
benda yang terlebih dahulu diberi persepsi pengertian.(4) Re-imajinasi otonomi daerah dimaksudkan
sebagai bentuk perombakan mental dan ide kembali oleh mahasiswa dengan mengambil sudut padang lain, membangun kembali persepsi terkait
peluang otonomi daerah beserta tanggungjawab yang harus diemban dengan mengacu
pada hasil monitoring dan evaluasi (moneva) pelaksanaan otonomi daerah sejauh
ini. Dengan memandang segenap potensi
yang ada di daerah
adalah modal pembangunan
dengan menetapkan masyarakat sebagai pelaku aktif dalam pembangunan disamping
sebagai subjek prioritas penerima hasil pembangunan, kesejahteraan.
Dengan adanya sebuah re-imajinasi oleh kalangan
pemuda, mahasiswa dalam otonomi daerah menjadikan penemuan tersendiri bagi
mahasiswa untuk mewujudkan momentum perbaikan guna mendulang prestasi akbar
bernama ‘totalitas pembangunan’ dengan tetap mendasar pada orientasi otonomi
daerah.
Titik Gerbang Kontribusi!
Wadah
perjuangan mahasiswa yang selama ini dikenal oleh masyarakat sebagai pelopor
solidaritas, loyal memelihara komunikasi, solidaritas dan kerjasama dalam menyelesaikan
permasalahan bangsa dan negara, bermisi meningkatkan kualitas masyarakat
Indonesia menjadi masyarakat yang adil dan sejahtera, Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI) dengan ketajaman analisa akan mampu memetakan peluang
kontribusi yang dapat dijalankan. (5)
Mengaca
pada peran dan peluang dari daerah untuk mengeksplor kemampuan dalam
pembangunan, seolah menjadi gerakan buta dan egosentris manakala tidak tahu
peluang yang harus dimainkan. Maka, hal wajib yang harus dilakukan hari ini adalah;
mengerahkan segenap potensi untuk membangkitkan semangat partisipasi dari
masyarakat dalam penataan pembangunan
yang berorientasi pada otonomi daerah. Selama ini realita telah dengan tegas menjelaskan masyarakat
yang seharusnya
berperan aktif dalam pengelolaan pembangunan berbasis otonomi daerah hanya
dijadikan sebagai objek (berada
dalam kesan
pasif) dalam pembangunan berorientasi otonomi daerah.
Penyempitan makna partisipasi yang hanya dinaungkan pada
aktivitas dukung mendukung terhadap pemerintah di daerah berupa perwujudan
dalam mematuhi dan melaksanakan
peraturan daerah (perda), melaksanakan kegiatan keamanan dan ketertiban masyarakat yang
kemudian sebatas dimanifestasikan dalam bentuk ronda malam, merawat keindahan lingkungan,
membayar pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor. Tindakan
demikianlah yang dengan nyata tengah mengebiri partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Masyarakat hanya bertindak
sebagai boneka yang dituntut memberikan anggukan
universal. (6)
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (selanjutnya
disingkat dengan KAMMI) telah yang memiliki tata birokrasi dan struktural
dari KAMMI Pusat (Pengurus Pusat/PP), KAMMI Wilayah (Pengurus Wilayah/PW),
KAMMI Daerah (Pengurus Daerah/PD), dan KAMMI Komisariat (Pengurus Komisariat/PK)
dapat bermain peran dalam kiprah
dalam
pembangkitan kembali partisipasi aktif masyarakat untuk pembangunan. Berangkat
dari kerangka kerja (frame work) re-imajinasi otonomi
daerah, KAMMI
tingkat daerah bekerjasama dengan KAMMI tataran komisariat dengan pantuan
Wilayah dan Pusat dapatlah bersinergi,
menyusun
strategi untuk mewujudkan pastisipasi masyarakat dalam pembangunan, melalui
jalur pencerdasan, jalur advokasi maupun penyambung aspirasi dengan mengedepankan pada asesmen pemahaman kemasyarakatan
berupa kebutuhan, permasalah, harapan dan system sumber yang ada di masyarakat
tersebut di samping asesmen terhadap kondisi geografis dan demografis. Kondisi yang telah ditemukan tersebut itulah
yang menjadi modal sosial dalam pembangunan menyeluruh menuju pada taraf
kesejahteraan.
Bagan 2 Asesmen Masyarakat
Permainan Cantik KAMMI
Penataan bidang/departemen
dalam KAMMI memiliki proporsional yang sangat potensial, termasuk potensial
dalam bersinergi untuk menjalankan misi re-imajinasi otonomi daerah. Aras
sosial kemasyarakatan yang bertumpu pada bidang sosial kemasyarakatan ditangani
oleh bidang sosial masyarakat (SosMasy). Bidang sosial masyarakat inilah yang
memiliki tugas untuk mengimplementasikan hasil perumusan formula KAMMI untuk mengadakan
pendekatan dan pemahaman serta penemukenalan kondisi (assessment) masyarakat di daerah tersebut. Ragam pendekatan yang
dapat dijalankan beragam, disesuaikan dengan kultur sosial masyarakat setempat
namun secara garis besar tetaplah harus ada Garis Besar Haluan Kerja (GBHK)
Sosmasy. Penemuan yang diperoleh dari dunia sosial kemasyarakatan menjadi bahan
pengkajian oleh pihak Kebijakan Publik untuk mengkaji dan merumuskan formulasi
tindak lanjut bersama dengan kader daerah (plan
of intervention). Segala pihak yang dibutuhkan (stakeholder) untuk menyelesaikan permasalahan dihubungkan oleh
bidang kehumasan. Termasuk di dalamnya dengan menggiring hasil temuan di
masyarakat tersebut (aspirasi masyarakat) ke pemangku kebijakan yang ada di
daerah jika levelnya dalam level daerah, DPRD dan Pemerintah
Kabupaten/Kota setempat,
maupun pada tahap level nasional.
Catatan
besar, bahwa KAMMI yang menjadi organisasi berstarata Nasional, memanglah harus
mengelola isu-isu kenasionalan. Namun strata nasional menjadilah tanggung jawab
dan wewenang oleh pusat. Daerah memiliki tugas pokok dan fungsi untuk menyokong
dan senantiasa mengaitkan titik mana di daerah yang terkait dengan nasional.
Semisal pemilu dalam contohnya.
Dalam pelaksanaan
pembangunan, KAMMI melalui komunikasi dan pembersamaannya kepada masyarakat di
samping menyampaikan gagasan/aspirasi masyarakat juga membawa kembali pada
masyarakat perwujudan program. Menyertakan masyarakat dalam menjalankan program
tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat memunculkan rasa kepemilikan (sense of belonging) dalam pembangunan.
Di samping itu, asas pemberdayaan juga terwujud manakala suatu pertolongan
tidak sekedar memberikan sesuap nasi namun juga dengan mengajarkan pada sasaran
bekerja bersama mencari sesuap nasi. If you
have come to help me you can go home again. But if you see my struggle as part
of your own survival then perhaps we can work together.(7)
Kontribusi yang demikian
inilah menjadikan masyarakat turut berperan aktif (berpartisipasi) dalam
penyampaian aspirasi mereka. Hasil dari pembangunan yang bersumber dari
aspirasi masyarakat memiliki peluang lebih tepat sasaran. Hakikat awal, fungsi
membersamai masyarakat berlanjut pada penggalian dan penyampaian aspirasi
adalah tugas dan tanggungjawab para wakil rakyat yang ada di singgasana
parlemen. Namun implementasi dari tugas tanggung jawab tersebut belum
sepenuhnya terjalankan, dengan mengacu pada tanggung jawab dan kredo gerakan
beban tersebut sudah selayaknya menjadi beban tanggungan muslim negarawan. Di
mana tidak selayaknya masyarakat menjadi pihak yang diterlantarkan.
Berpartner Tanpa Keblinger(8)
Titik
peran yang harus digarap sudah diperoleh, kader militan ternama muslim
negarawan dapat menggagas formulasi tersendiri dalam kerangka kerjasama dan
bermitra dengan pemerintah daerah setempat. Dalam skala kedaerahan, status KAMMI
Daerah yang ada dan berkembang dibawah arahan dan panduan Pusat serta wilayah
memiliki kesempatan untuk berpartner dalam penataan pembangunan di tingkatan daerah. Aspirasi yang diperoleh, dengan
pengolahan ilmiah dalam kajian dan diskusi intelektual sudah selayaknya
tersampaikan. Poin penting partisipasi masyarakat dalam otonomi daerah
terjalankan.
Pemegang
kendali utama dari otonomi daerah sekarang adalah DPR dan Pemerintah Daerah,
kalau kontribusi dari DPR sejauh ini hanya berleha di tengah tugas yang
seharusnya dan pemerintah daerah terkesan penuh dengan pemagang maka sudah
saatnya arti ‘kontribusi’ dan ‘partisipasi’ dari masyarakat itu kembali
disadarkan oleh mahasiswa. Caranya? Berawal dari penyadaran melalui tindakan. Bertahap, para kader muslim negarawan menyebar
bergerak dari skala bawah/akar rumput (grass
root).
Senantiasa
monitoring - evaluasi
(moneva) dengan adanya kinerja dan
kerjasama yang tengah dilakukan.
Meskipun rata-rata, mereka yang menggunakan pemerintah (di mana seharusnya
menjadi pihak oposisi) semakin terjerumus dengan janji manis, karena masuk
dalam sistem yang basah dan membasahi. Inilah pentingnya peranan kaderisasi di
dalam jiwa KAMMI, untuk benar-benar
membekali kader yang ‘militan’. Kader yang siap ditugaskan di segala lahan dan
keadaan. Bidang kaderisasi memiliki peranan di sini. Di mana kaderisasi tidak
hanya menjadi andalan dalam rekruitmen kader dan penataan ruhiyah para kader,
namun juga mencari formulasi yang tepat serta terarah untuk membekali kader
dalam melaksanakan tugas kemasyarakatan sehingga dengan santun kader mampu
berpartner, pinter tanpa keblinger sehingga
melupa akan tugas utama dan tanggung jawab mereka.
Mahasiswa
Buta Birokrasi
Formula yang tepat jika
sudah ditemukan tetap diperlukan arus birokrasi yang tepat dalam menyampaikan
ke pemangku kebijakan. Di sinilah mahasiswa, KAMMI dituntut juga memiliki
pemahaman yang jelas terkait birokrasi. Menuding salah pada
pihak yang benar adalah suatu hal yang biasa bagi seorang/kelompok yang tidak
memahami suatu kondisi. Karena untuk bahan pertimbangan tiadalah ada
penguasaan. Birokrasi ada memang dinilai serasa memberatkan, namun adanya
birokrasi sengaja dibuat untuk menyusun strategi dan pelayanan yang ada. Agar
terakses secara sistematis dalam kerangka yang unggul. Namun rata-rata, dari
kalangan aktivis mahasiswa lupa dengan aturan pokok yang seharusnya mereka
pelajari. Asal terobos kanan dan kiri. Tidak mengikuti aturan main, karena
mereka semau gue. Kader Muslim Negarawan tetap harus canggih beretika,
dan santun bersuara. Langkah yang tepat akan menghasilkan tujuan akhir yang
manfaat.
KAMMI
dengan segenap potensi dan beberapa departemen yang dimiliki dengan perantara
kehumasan dapat disumbang alurkan kinerjanya. Cucuk Lampah/ Juru Laku (jawa: Penuntun jalan) atas hasil penemuan
dan perumusan kebijakan berdasar aspirasi dan partisipasi aktif masyarakat
adalah kehumasan. Hari ini, bidang kehumasan dituntut akselerasi lebih untuk
memiliki jaringan luas dan
kuat sebagai jembatan KAMMI dengan pihak lain.
Harapan Otonomi Daerah
Realita yang sempurna akan terjadi, jika dan hanya
jika, masyarakat yang dijadikan sebagai partisipan aktif menempati tugas, peran
dan tanggungjawab secara maksimal. Wujud realita yang sempurna atas
keberhasilan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah ketika kebijakan publik
mulai berpihak pada kepentingan rakyat, sesuai dengan harapan dan keinginan
rakyat, menumbuhkan semangat persatuan, menimbulkan semangat bekerja sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keseluruhannya akan terbentuk ketika
segenap harapan dan hal terkait lainnya tentang masyarakat dipahami, dimengerti
oleh pembuat kebijakan.
Berdasar pada temuan nyata di lapangan, sepertihalnya yang dimiliki
bidang sosial masyarakat yang notabene sudah dengan nyata mampu memegang erat
tangan dan bahu masyarakat akan sangat paham bagaimana kondisi mereka akan
sangat mendukung terwujudnya pembangunan ideal menuju konsep agung sebuah
kesejahteraan. Dan KAMMI berperan untuk menjadi katalisator dalam penciptaan partisipasi
masyarakat tersebut. Dengan mengajak serta mengingat status sebagai bagian dari
masyarakat yang urun tangan dalam menyampaikan gagasan pembangunan berorientasi
daerah.
Bahwasanya, sekedar menjadi
pengamat dan komentator saja tidaklah cukup. Berkontribusi dengan Re-imajinasi
Otonomi Daerah adalah tuntutan perubahan dan amanat kenegaraan hari
ini.
#UntukIndonesia
Foot note:
11)
Sumber dari UU No. 22 Tahun 1999
33)
Undang-undang
No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
44)
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online
55)
Sumber dari Misi Gerakan KAMMI
66) Anggukan
universal adalah Istilah yang dipopulerkan oleh Kiki Nugraha (Kadept KP KAMMI
Bandung 2011 – 2013)
didefinisikan sebagai kesepakatan bersama oleh banyak pihak/persetujuan massal.
77)
Quote
seorang wanita Aborigin Australia
88)
Keblinger (jawa: tergoda akan janji dan iming-iming dan lupa
dengan tugas utama)
0 komentar:
Posting Komentar