“Benarlah,
bahasa kehidupan terlalu ringkas untuk dibantah”
Spanduk, leaflet, bendera, baligho dan beragam
atribut kampanye yang terpajang di jalanan semasa kampanye caleg kemarin, jujur
memberikan ketenangan tersendiri bagi saya pribadi. Sudah banyak orang
bertitle, bertampang menyakinkan dan visioner untuk menata Indonesia, baik dari
tataran calon legislatif kabupaten, provinsi hingga pusat pemerintah.
Kenapa bisa tenang? Seolah tidak ada caleg yang
bodoh, mereka menggunakan sederet nama dipenuhi title yang nyaris tak dipahami
oleh bahasa rakyat, ada yang SH, SE, ST, S.Ag, S.Pd, MH, PhD, DR, dr, Lc dan
banyak lainnya. Jangankan paham bidang apa yang dijadikan fokus keahlian
mereka, sekedar tahu kepanjangan dari
title pendidikan yang disandangkan pada nama caleg dipinggiran jalan ataupun di
depan rumah rakyat.
Alhasil, siapa yang bayar tinggi maka merekalah
yang diminati (red: dicoblos). Tak jarang, para pemilih memilih caleg yang
tidak dikenalnya. Ada beragam sebab, mereka yang memajukan diri menjadi bagian
dari DCS sampai DCT adalah yang baru bermunculan sebulan, dua bulan sebelum
masa pendaftaran. Ya, kalau bahasa entertainment mungkin bisa disebut dengan
artis dadakan, berarti kalau bahasa politiknya sebut saja calon caleg dadakan.
Hingga alur kampanye sampai penghitungan jumlah suara dapat kita baca, “yang
banyak uang itu yang menang”.
Sempat gamang dengan realita, yang menjadi wakil
rakyat adalah mereka yang memang memiliki kemapanan finansial, namun belum ada
sedikitpun bukti bagaimana pikiran dan akan seperti apa kontribusi yang mereka
berikan. Seperti halnya optimistis yang saya miliki, tampaknya rakyat pun juga
demikian adanya. Melihat mereka yang santun berbahasa, dan menggugah dalam
berkata-kata pastilah memiliki banyak rencana hebat untuk Indonesia ke
depannya.
Quick count hasil pemilihan umum memang sudah
mencapai di angka 99,xx persen dari total keseluruhan. Tapi realcount juga
belum dilansir. Siapapun yang keluar sebagai partai dominan pemenang, rasa
optimis itu masih saya pendam, mereka akan mampu mengelola Indonesia jika
dilihat dari jargon kampanyenya, jika dipertimbangkan dari gelar pendidikannya.
Pelantikan tidak akan lama lagi, hari ini suara
rakyat memang sudah terbeli. Di mana demokrasi sudah menjadi ritual transaksi
maka ijinkanlah, para rakat menagih janji kembali, janji Pak Budi*.
*Pak Budi, adalah nama samaran yang digunakan
untuk mewakili para calon legislatif yang memenangkan kursi pemerintahan. Yang
dalam kampanyenya pernah berjanji untuk menjaga, memimpin, mengelola dan
merawat Indonesia. Dari Indonesia Hebat, Indonesia Sejahtera, Indonesia Cerdas
hingga Kobaran Semangat Indonesia. Pak Budi, kami menagih janji!
Sragen. 14 April 2014
Erna Dwi Susanti
0 komentar:
Posting Komentar