![]() |
Sumber gambar : agnezznana.wordpress.com |
Pagi yang belum sesempurna jeritan senja kemarin. Masih malu-malu
mentari menampakkan dengan terang waktu sepenggalah naiknya, Dhuha. Sama
dengan cerita dan pengaduan seorang anak kecil bernama Mega, dalam
lantunan muraja’ah (menghafal ulang al Qur’an) di tengah taman
depan rumah. Gadis 10 tahun ini mengamati satu pot kecil di pojok. Mawar
kecil, yang tertata bersandingan dengan semak-semak dan benalu kecil
pengganggu lainnya. Ah jelas semuanya tampak ironis.
Menghambur
olehnya dengan segera, “Assalamu’alaikum, bunda!”, ringan ia berceloteh
lega. Berhambur dan lari menghampiri serambi yang sedang terbersihi, ssstttt, sang bunda sedang menyapu!
Tak ada lain yang ingin tersampaikan olehnya selain gundukan pertanyaan
kenapa ada mawar yang indah di tengah semak belukar yang rusak kaprah? Bak gayung
terasa bersambut dan senyum tipis, manis tercampur narsis sang Bunda
dengan kebanggaan spesialnya menuturkan bait demi bait kata cinta untuk
pembelajaran buah hatinya. Semoga kita termasuk orang yang cerdas
memanfaatkan waktu dengan menyimak tutur manis dari Bunda.
“Anakku,
jelaslah engkau akan sangat mudah menemukan mawar kecil di pojok taman
itu. Meskipun ia tumbuh kecil, dalam pot kecil diletakkan ditempat
tersembunyi, namun dengan pengamatan teliti dan telaten (jawa:
cermat), engkau akan mudah melihat dan mengingatnya. Mengingat sebagai
suatu yang mengenang. Sama halnya dengan yang tampak terang-terangan,
karena dia berbeda dari keumuman maka itulah yang tampak beda dan
s-p-e-s-i-a-l. Nah dari sini satu pelajaran sudah kita dapatkan, jadilah
yang spesial, yakni yang tampak berbeda dari yang lainnya. Tapi Mega
janganlah lupa, spesial yang seperti apa, itulah yang akan jadi pilihan
Mega, spesial dari yang kurang baik, atau spesial dari yang baik?
Pastilah engkau bisa menerjemahkannya duhai buah hatiku”.
Anggukan
keras masih teriringi semangat menyimak, “terus Bunda, apalagi yang
harus Mega pelajari dari Mawar dan semak itu?”, semakin menjadi dan
berapi-apilah rasa penasaran sang akhwat kecil ini.
“Selanjutnya,
orang yang spesial pasti akan selalu jadi pusat perhatian. Tentulah
sebagai seorang yang umum akan jadi bahan pembicaraan juga. Gak semua
orang suka pada kita dan gak semua juga benci pada kita, ambil jalan
tengahnya saja jadilah diri sendiri dan tepiskan seluruh hal atas
penilaian manusia. Mega ada itu untuk dinilai Allah kan? Mega rajin,
pintar, rapi itu semata-mata karena Allah yang mengajarkannya. Dan ini
Mega, kalau Mega sudah dapat cinta dari Allah, Nak! Mega akan dapat
cinta dari seluruh isi bumi dan semesta langit di sana”, eh lihat
sebentar, naluri teaterikal Bunda sudah mulai ia tampakkan pada anaknya.
Expressive!
“Jadi nak, tanamkan pada hati kita ‘cukuplah
bagiku Allah’, kalau Mega sedang terguncangkan sesegera mungkin Mega
ketuk hati Mega, sampaikan salam padanya dan katakanlah ‘hati, bukankah
cukup Allah bagi kita?’ dan lanjutkanlah perbaikan akhlaq mega. Gimana
anak Bunda, siap melaksanakannya?”, tanya bunda dengan keceriaannya.
“SIAP! Laksanakan Bunda!”, ah iri dan cemburulah tentunya melihat keceriaan di antara keduanya.
“Satu
lagi titipan dari Bunda, manusia semua memang dituntut untuk berakhlaq
baik, shalihah. Islam punya tujuan dan akhlaq itu adalah cara untuk
mengejar dan mencapai tujuan tersebut. Caranya tak berat, Nak! Layaknya
kita merawat mawar itu setiap harinya, pertama, bersihkan
ia dari rerumputan dan belukar yang mengganggu; sedemikian juga dengan
akhlaq, buatlah ia bersih dan terbebas dari akhlaq-akhlaq yang buruk,
nanti Mega bisa buka di Al Anfal ayat 47 ya shalihah”.
“Berapa
Bunda?”, seiring sang anak kecil ini merogoh kertas kecil yang selalu
disakunya bersama dengan pena segeralah ia menuliskannya. Ya, inilah
kebiasaan yang memang diajarkan oleh Bundanya.
“Al-an-fal-tu-juh-pu-luh-em-pat ya Bun?”, semangatnya kian menjadi-jadi.
Bunda
mengangguk dan ….”Mawar itu tak akan tumbuh dengan indah kalau sekadar
dipisahkan dari rerumputan dan benalu pengganggu lainnya, Nak. Cara
selanjutnya kita berusaha menyiraminya dengan rutin, memupuknya dengan
santun dan menjaganya dengan optimal. Sama juga dengan akhlaq kita, kita
harus menghiasi diri dengan akhlaq yang baik. Seperti apa macam hiasan
yang harus kita gunakan? Tahan amarah, infaq yang sempurna, maafkan
kesalahan orang lain, sabar dan lainnya. Nah selengkapnya, Mega buka
lagi al Qur’an Mega di Surat Ali Imran ayat 134 ya Nak, dibaca dan
dihafalkan. Kalau Mega besok pagi sebelum berangkat sekolah bisa hafal
dapat 1 cokelat dari Bunda. Mau?” tantang Bunda.
“Hmmm, panjang
gak Bun ayatnya?”, cemas dan takut tak berhasil mengambil tantangan sang
anak mulai menawar-nawar pelan pada Bundanya, “Gini aja bunda, kalau
hafal semuanya Mega dapat 2 cokelat, kalau hafal setengah ayat dapat 1
cokelat”, senyum menggoda sang anak pada Bundanya.
Tak kalah
cerdik, sang bunda balik memberi pilihan, “Oke, kalau Mega bisa 1 ayat
tadi Bunda kasih satu cokelat, Nah ini ada tambahannya di Al-A’raf ayat
199 dan Al Fushilat ayat 34-35 lho, ada empat ayat semuanya. Tawaran
Bunda naikin deh, kalau Mega bisa hafal keempat ayat itu Bunda kasih lima cokelat, kalau satu ya cuma satu cokelat, ready?” Bunda masih usil menggodanya.
Senyum
jengkel kini mulai tampak, “Oke deh Bunda, insya Allah bukan karena
cokelat, tadi Mega sudah mengetuk hati Mega dan dia menyetujuinya ‘cukup
Allah bagi Mega’ maka Mega terima tantangan Bunda. Sampai jumpa di
setor hafalan esok ba’da subuh ya Bunda!”, sang anak segera lari
melanjutkan permainan dan terintip oleh Bunda sang anak segera duduk
manis dan mengeluarkan mushaf al-Qur’an kecilnya. Subhanallah.
Pertama. Untuk
Bunda, Ummi, Ibu, Mama, Emak, ataupun partner kehidupannya “Ayahanda,
Abi, Ayah, Bapak” atau calon keduanya. Nuansakanlah pendidikan indah
yang benar-benar berkarakter untuk anak dan generasi penerusmu. Karena
mereka adalah amanah untukmu karena mereka adalah anugerah terindah
untukmu. Kedua, Inilah bahasan manis yang kadang
terlupakan untuk kita, akhlaq dan bagaimana manajemennya. Semoga kita
senantiasa menjadi tukang kebun handalan bagi akhlaq-akhlaq dan
kebersahajaan kita. Aamiin, sampai jumpa di celoteh tulisan selanjutnya.
Insya Allah. (Erna Dwi Susanti) - repost dari:
0 komentar:
Posting Komentar