Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Jalan Menuju Diri Sendiri (Lagi)

Jalan Menuju Diri Sendiri (Lagi)





Oleh : Erna Dwi Susanti

Menjadi diri sendiri, itulah hal yang paling menyenangkan. Tidak ada tuntutan untuk harus perfect seperti idola, tidak harus menderita karena ada keinginan untuk tampil sama. Menjadi diri sendiri adalah apresiasi atas sebuah kehendak dalam berpikir, dalam berpendapat dan dalam bertindak. Kalau bahasanya Pak Tan Malaka “Merdeka 100%”. Itulah pencapaian kalau kita menjadi diri sendiri. Setidaknya merdeka atas diri sendiri.

Itulah sebab, setelah merasakan nyaman dengan suatu kegiatan. Yang setelah berulang-ulang aku rasakan ternyata menyenangkan. Di sanalah mulai aku dapatkan siapa diri aku. Menulis.

Mungkin, orang banyak yang beranggapan. Menulis adalah kegiatan yang identik dengan kalangan akademisi, orang pintar yang suka berdiplomasi, para penggiat akademisi dan tataran ilmuwan-ilmuwan peradaban. Terlepas dari suka atau tidak suka, benar atau tidaknya tak akan terlampau jadi pertimbangan. Aku nyaman dan aku senang. Inilah kegiatan yang akhirnya aku sebut sebagai ‘hobi’. Menulis.

Zat adiktif apakah yang sebenarnya telah menyihirku dan menjadikan kegiatan ini sebagai candu, aku tak tahu. Siapakah motivator yang telah tega menjerumuskan aku dalam kubang kenyamanan seperti ini. Apapun itu, siapapun itu aku bersyukur diantarkan ke titik ini. Menulis.

Setiap ada seminar pun pelatihan tentang jurnalistik, sastra dan kepenulisan apapun selalu dengan ringan aku ikuti. Setiap ke toko buku, bursa buku atau book fair yang terkait dengan kepenulisan selalu menarik pandanganku, menjadi prioritas pilihanku. Sungguh sihir yang nyata. Tampaknya virus gila itu tidak berhenti di sini, kompetisi-kompetisi apapun tentang menulis kuikuti, ada yang menang dan banyak yang kalah. Namun prinsip ‘jam terbang adalah penentu kualitas tulisan’ menjadi motivasi kuatku kala itu.

Sastra, genre itulah yang pertama kali aku sukai. Saat usiaku masih pantas duduk di kelas 3 SD. Aku tidak berharap karena kakek yang seorang senimanlah aku suka dunia seni. Hingga jaman SMP kegilaanku pada dunia sastra, terlebih puisi semakin menjadi-jadi. Banyak kawan yang suka diksi-diksiku, tapi keluhan yang mereka utarakan sama “aku gak bisa memahami maksudnya”. Ah, mungkin aku gak layak jadi sastrawan.

Sampai di masa setelah aku tertarik di dunia politik, inilah puncaknya kegilaanku. Mungkin. Kalau buku tamu perpustakaan itu harus kuisi setiap hari mungkin sampai tutup buku nama pengunjung terajin adalah Erna. Bukan rajin karena mencari literatur mata kuliah, tapi sibuk membaca tiga koran langganan perpustakaan kampusku. Jadi ada empat jenis koran yang aku kepoin setiap harinya. Gila banget ceritanya. Satu koran langganan sendiri, tiga koran langganan kampus. Dan yang jadi serangan pertama selalu headline, tajuk berita dan opini hari ini. Dari sanalah akhirnya aku menjadi seorang politikus amatiran, sastrawan amatiran yang banting stir ke politikus, amatiran juga. Setelah asik membaca, nuansa panas di otak aku ketikan saat itu juga. A-B-C-D. Edit. Edit. Dan kirim. Sebelum jam 12.00 siang opini sudah aku kirimkan ke redaksi media cetak.

Inilah kegilaanku berada di puncaknya. Ilmu di kampusku, seolah semakin memanjakan ide liarku. Analisis kebijakan sosial, masalah sosial dan masalah pengembangan sosial kemasyarakatan semakin menguatkan dalil dan opiniku. Satu dua dari tulisan ada yang tembus media. Tak jarang juga ada opini yang dikembalikan redaksi. Ah, aku tak merasa sakit hati, semakin tertantang untuk kirim dan kirim lagi. Hingga akhirnya ada beberapa media yang memberikan tempat khusus, dan selalu menerima tulisan kirimanku. Di samping media cetak, media online menjadi lahan basah untuk menumbuhkembangkan kegilaanku itu.

Inilah folder lama yang aktif aku operasionalkan sampai pertengahan tahun 2013. Mulai dari kegilaan menulis buku, ikutan kompetisi, mengumpulkan seluruh ide yang belum terjabarkan dalam bentuk tulisan, opini, tulisan-tulisan buat nge-broadcast, dan lainnya.


Lain dulu, lain pula yang sekarang. Momentum apa sebenarnya yang membuat putaran jangka itu sedikit berubah. Ada yang hilang. Apa? Entahlah. Seolah telah hadir seorang Erna dalam tempurung, bukan Erna yang sesungguhnya. Hanya bisa memaksa diri menjadi diri sendiri lagi, sembari mencari tau sebab kenapa aku berbeda. Muncullah beberapa kemungkinan yang aku coba pahami dan siasati.

Dan sekarang, ketika zona sudah berbeda. Saat beban dan tuntutan kerja sudah tak sama. Pola pendidikan yang aku gunakan untuk diri sendiri juga sudah berbeda. Karena suatu yang monoton itu tak menyenangkan. Beralihlah dari Local Disk (D;) menuju ke Lokal Disk (E;). Nama folder yang aku gunakan sudah tidak se-soft dulunya. Mungkin akan muncul kontroversial, tapi segala hal terkait aku dan passion aku maka aku rasa aku lebih bisa memilihnya. (Mulai egois ini). Tapi itulah faktanya.

Kesadaran akan menulis, mulai luntur. Banyak sebab yang melatar belakanginya. Tak etislah kalau satu persatu kuuraikan di sini. Khawatir ada satu di antara kalian yang merasa bersalah. Hahaha, enggak lah. Semua itu karena beberapa hal yang mengalihkan dunia menulisku. Baca? Hmm, lumayan, tapi bukan sebab utama. Karena jumlah bacaan itu rata-rata sebanding dengan jumlah tulisan.

Ada hal yang lebih menyita perhatianku sepertinya.

Dari sanalah, selain kewajiban dari Agama dan negara. Ku tetapkan sebuah kewajiban bagi seorang Erna untuk menulis setiap harinya. Minimal sehari satu artikel seperti awal mula aku menambahkan folder “KARYA”. Kalau setelah dicek hampir satu pekan tidak ada tulisan, itu artinya dalam sehari harus ada keberanian untuk mengganti tulisan di hari sebelumnya. Pakai sistem bayar ganti rugi pelanggaran. Terkesan jadi seorang militer untuk diri sendiri sebenarnya. Tapi ada keyakinan tersendiri, kalau tidak dengan jalan seperti ini bagaimana lagi aku mendidik diri untuk merasa butuh membaca dan menulis?





Di folder wajib menulis inilah, aku simpan beberapa folder juga. Mulai folder 2013 dan folder 2014. Dan tak dapat kuuraikan lagi, ada folder apa saja di dalam kedua tahun tersebut. Jelasnya, dari masing-masing folder aku simpan sebanyak 12 (dua belas) folder. Dalam masing-masing folder bulan aku simpan 30 – 31 folder, dengan penamaan sesuai dengan tanggal. Ah, rumit memang tapi ini jauh lebih menyenangkan daripada aku harus mengurung diri karena penyesalan.

Kenapa jarang mulai dipublikasi?

Insya Allah akan segera dalam waktunya. ^_^

0 komentar:

Posting Komentar