Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Pandangan Tajam

Pandangan Tajam

Dari mana datangnya lintah?
Dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta?
Dari mata turun ke hati.

Guru bahasa Indonesia semasa SD dulu sering menugaskan untuk membuat kalimat bersajak. A-A, A-B, atau apa sajalah. Yang penting bermakna dan berpungkasan sama atau senada. Kalimat itu juga masuk sebagai bagiannya, ia bersajak A-B-A-B. Inti yang terkandung di dalamnya adalah sebuah cinta akan berawal ketika ia mengetuk mata terespon oleh syaraf otak, hati juga berkontribusi akhirnya masuk ke hati. Ada bunga, indah dan cinta di sana.

Ah, nampaknya tiada menjadi seorang pakar juga kalau harus menceritakan tentang cinta. Takut banyak yang salah dan takut ada yang kurang tepat. Ada cerita yang hendak disajikan berangkat dari pengalaman pandangan.

Kuliah siang bolong, bukan menjadi pilihan yang ideal bagi semua orang. Termasuk mahasiswa STKS. Dosen belum datang sudah hampir di dua puluh menit pertama, BT tentulah itu yang dirasakan. Kududukkan jasad di bangku koridor mading.

Ya, ada buku bacaan di tangan kurasa sudah cukup untuk menunggu.
“hoeee, ada wacana tentang melarang merokok di kampus ni.”, teriakkan seorang mahasiswa laki-laki pada teman yang duduk jauh di seberang, sembari   berdiri tepat di depanku dan menghadap mading yang berisikan artikel tulisan seorang partner dakwahku, Muhammad Joe Sekigawa.

Pandang balasan acuh yang mereka (teman-temannya) berikan. Atau tak berespon  mungkin yang lebih tepatnya.

“Kita kan, para penggemar rokok, bagaimana kalau artikel ini kita robek saja?”, entah dengan keseriusan atau nada bercanda, sengaja tak kuperhatikan nada bicaranya. Tertatap, lantas muncul bayangan “kasihan” tertuju untuk anak itu.



Tak lama, isyarat dari teman-temannya yang memberi penjelasan pada si dia, kalau ada orang di belakangnya segera ia tangkap. Dengan muka padam karena malu ia kemudian diam. Wah, gak enak hati nampaknya. Yaha, aku tak berucap apa-apa untuk dia, aku tak melempar apapun ke hadapannya, hanya sekilas pandangan yang memperhatikan yang aku berikan. Kasihan. Dan ungkap itulah yang bisa saya manifestasikan.

Kawan, lama wacana itu ingin kami munculkan. Tapi memang terlampau sulit dan berbelit. Mulai dari birokrasi lembaga yang mengatakan bahwasanya merokok di lingkungan kampus sudah menjadi perihal yang melembaga. Bukan Cuma di kalangan mahasiswanya saja bahkan mayoritas dosen maupun pegawainya juga demikian. Jadi akan sangat frontal isu itu kami bawa.

Bukankah Allah tidak tidur, itulah salah satu jalan yang nampaknya diberikan sebagai metode untuk berdakwah. Yang basisnya dikatakan sebagai sekolah kedinasan, tapi banyak orang yang gemar mengisap rokok di area perkuliahan. Tragis, miris, ironis bahkan memalukan. Kedinasan tapi penuh dengan perokokan.

Pandangan yang ingin meminta pertanggung jawaban. Dengan bangga ia menyatakan diri sebagai penggemar rokok dan dengan lantang ingin merobek artikel tersebut. Dan inikah yang disebut keberanian? Ya, sebanding dengan kegiatan kemahasiswaan yang mengadakan turnamen dengan sponsor utama perusahaan rokok.

Gempar mungkin akan terjadi sementara. Dan pandangan tajam itu tidak banyak yang memberikan. Hanya mereka memilih diam serta yang paling tragis datang bersorak-sorai dan kemudian mengucapkan selamat dan memberikan jempol.

Ya Rabb, karuniakanlah kepada kami keikhlasan, tetapkan kami menempuh langkah-langkah kebenaran dan ridhoilah kami untuk memiliki mata-mata tajam kekritisan. Aamiin ya Rabb al amiin..



Bandung, April 
Ern Hidayatul Ulya

0 komentar:

Posting Komentar