Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Memilih De-La-Pa-N

Memilih De-La-Pa-N



Sumber gambar: taoindonesia.info
9 Oktober 2012; segala puji syukur pada Allah masih diberi kesempatan untuk memaknai hari demi hari di lokasi praktikum. Ingin menciptakan lingkungan yang semakin kondusif. Tentramnya hati ini saat setiap selesai shalat maghrib mendengarkan lantunan ayat suci qur’an dari kamar-kamar di posko. Tenang dan penuh rasa syukur. Mereka sungguh luar biasa, dan semoga senantiasa kami bisa saling menjadi motivator antara satu dengan yang lainnya.

Beragam dalam kelompok, ada yang hobinya bercerita dan belanja, ada yang jago dandan, ada yang bicaranya lancar luar biasa, ada yang hobi kuliner, ada yang jago sangat untuk memanaj keuangan, ada yang lihai dalam menempatkan diri dalam berkomunikasi, dan ada yang sibuk dengan dunianya sendiri terus senang mengawasi dan rajin menuliskan keadaan yang ada, sayang untuk di lewatkan. Tak ketinggalan juga ada yang rajin nyapu, rajin masak dan rajin nonton juga. Guys tentu kita masing-masing sudah bisa dan biasa memahami dunia masing-masing. Berwarna ragam satu dengan lainnya, menyenangkan saat kita mau menyelaraskan tanpa harus meleburkan. Insya Allah. Kita adalah super team bukan?

Kesibukan di hari kemarin tampaknya masih menyisakan kelelahan yang sangat di badan-badan ini. Tak dipungkiri, menyisakan keengganan yang cukup besar untuk berangkat dinas pagi sebagaimana hari-hari biasanya. Memanjakan diri bagi orang lapangan tentu tidak akan disalahkan asal bisa ‘profesional’, dengan jalan tambal sulam waktu. Jika berangkat jam 10 siang itu artinya sudah hutang 2 jam, maka pulangpun yang harusnya jam 4 sore harus diperpanjang sampai maghrib. Menyenangkan, inilah enaknya dunia orang lapangan, tentulah beda dengan orang di ranah kepegawaian. Hati-hati ya, khawatir mengambil yang bukan haknya.

Oke dan bismillah, jam 9.00 lewat beberapa detik bersama teman rombongan meninggalkan posko untuk segera menghampiri kantor pekerja sosial di lembaga. Klien sudah dibagi berikut pekerja sosial pendampingnya, saatnya bekerja. Meniatkan untuk menemui pekerja sosial pendamping guna mengkonsultasikan praktik teknik yang diambil oleh calon klienku. Eh, ternyata sedang ada anak asuh yang menghadap ke beliau, di skip deh. Melanjutkan pada penanganan klien yang kedua. Segera lari ke SLB-E yang terletak diujung barat panti. Tak jauh tapi cukup mengalirkan keringat selama perjalanan, dan tepat anak-anak kelas 7 SMP sedang asyik mempersiapkan upacara untuk hari senin nanti. Seorang kepala sekolah luar biasa tegas dan santai mengajari mereka. Perlahan mendekat dan meminta ijin untuk mendampingi dan sedikit pertanyaan tentang kondisi Rt dalam dunia belajar di sekolah. Dan sudah tertebak, lagi-lagi jawaban tegas yang didapatkan dari beliau, “Itu Rt juga sedang tidak sekolah, sakit katanya. Dia sedang di asrama, datang saja ke sana”. Wah, ini welcome atau memang pelayanan di panti itu seperti ini?

Ambil segera kesempatan dan lari ke asrama untuk menggali data dan informasi tentang klien. Atau lebih tepatnya mengadakan pendekatan pada klien yang sangat pendiam ini. Tantangan besar yang ada di hadapan. Yakinlah kawan, semua pertanyaan yang aku ajukan tak berbalas kalimat tepat kecuali “tidak tahu”, gelengan kepala, “gak tahu”, anggukan dan bahasa singkat lainnya. Yaa Rabb, ada apa dengan anak ini. Dia tidak sendirian, ada kakaknya yang sedemikian juga di sini. Hmmm, ini adalah salah satu panti yang menangani anak nakal dan anak berhadapan dengan hukum, lantas anak sedemikian pendiamnya dan yang dengan terang tidak memiliki latar belakang nakal bahkan berhadapan dengan hukum kenapa bisa masuk ke dalam panti ini? Bertolak belakang dengan yang klien satunya, klien yang terkenal di panti, sebagai anak yang luar biasa, suka kabur, jalan minuman kerasnya, nge-drugnya dan beberapa perilaku menyimpang lainnya.

Mencoba menjalin kedekatan dengan dia, agar terjalin rapport, terbangun kepercayaan darinya sehingga perbincangan pun akan mengalir dengan baiknya. Itu harapanku sebagai seorang praktikan yang normal, yang tentunya menghendaki kemudahan dan kelancaran dan tak luput dari segala pemaknaan. Tapi kehendak Tuhan masih memintaku kuat menghadapi tantangan. Aku harus berjuang, mereka semua unik dan punya ciri khas masing-masing. Aku yang notabene sudah menepis kuat konsep kekerasan dalam hidup harus mulai berjamaah kembali dengan pola hidup yang seperti ini. Tapi perang batin di sini, ini bukanlah kesalahan dari mereka, tapi segala tingkah nakal mereka hakikatnya adalah sebuah usaha untuk menutup lubang yang pernah digali oleh orangtuanya.

Memasuki jam kedua selama wawancara dan obrolan hangat dengan klien, sebuah dering telpon masuk, panggilan dari Ummi. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00, berarti bukan jam istirahat (masih jam kerja) dan sangat jarang atau lebih tepatnya tidak pernah Ummi telpon di jam seperti ini kecuali ada informasi dan kabar yang benar-benar kaget dan mendadak. “De’, mbak Yanti (nama kakakku) sekarang dirawat di rumah sakit, bayi yang dalam kandungannya dinyatakan meninggal oleh dokter tadi pagi”, inalillahi wa ina ilaihi rajiun.... Di usia yang genap ke delapan bulan Tuhan menghendaki untuk mencabut nyawa anak kedua mbakku. Tepat di tanggal 8 Oktober kemarin. Lemasnya badan mendengar berita itu, gundahnya hati menatap bayangan sendu kakak yang sedang berkelebat dihadapanku. Gempar, haru dan pilu, entah apa yang ada segalanya bercampur baur. Suara isakan Ummi masih terdengar lekat di telpon tadi. Rabb, berikan kelancaran dalam proses pengeluaran janin dari kandungan kakak hamba, berikan keselamatan, kesabaran, keikhlasan dan ketegaran dari beliau atas semua ini. Lapangkanlah segalanya dari keluarga hamba atas peristiwa ini. Akhirnya nada haru harus aku sembunyikan saat aku tak kuasa menghadapi berita itu. Dengan memaksa kuat kuucapkan pamit dan terimakasih pada Rt klienku, meninggalkannya kembali sendiri dan istirahat di dalam asrama seorang diri.

Segera menemui rekan praktikum, minta keridhoan mereka untuk mendoakan dan aku harus segera pulang ke asrama. Tipe melankolis masih ada di naluriku selaku seorang akhwat, aku shalatkan jiwa dan raga dalam dzuhur di hadapanNya. Memanjatkan kirim doa dan harapan kuat untuk kakak dan keluarga besarku. Keponakanku sudah tiada, segera biar tak berlarut dalam kesendirian di posko aku paksakan melanjutkan aktivitas praktik untuk menepis kesedihan. Masih ada Allah sebagai tempat bersandar, masih ada Allah yang menjadi pencipta segalanya, penghendak semuanya.

Aku mempercayai, bahwa manusia hanya menyempurnakan ikhtiar, sedang segala hasil adalah konsekuensi atas pekerjaan. Tidak lebih dari itu....

Jakarta Timur, 09 Oktober 2012
Ern Hidayatul Ulya

0 komentar:

Posting Komentar