Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » 1 Malu untuk 1000 Tahu

1 Malu untuk 1000 Tahu

sumber gambar: fiorentfernisia.tumblr.com


Bismillahirahmanirahim, sebelum lupa maka aku akan menuliskannya...

Hari ini, hari ahad pertama keberadaan di Jakarta. Hmm, sudah sepekan tapi masih begitu enggan untuk pergi dan memandangi padatnya ibukota Jakarta. Ah, panasnya memang kian membuatku malas dan gusar untuk bepergian. “Mbak, ikut gak?” sapa seorang teman dengan dandanan yang sudah sangat rapi. Hmm, menjawabnya dengan rasa santai sambil membalik koran ke halaman keempat dan menggeser cangkir kopiku. Ohya, meskipun aku seorang akhwat hobi unik masih aku lestarikan. Hobi minum kopi, memang berbeda dengan kelompok praktikum yang pertama kemarin. Dulu di praktikum 1 aku dibersamai dengan seorang akhwat yang sama-sama pecinta kopi, jadi pas meminumnya pun sembari bersantai dan menikmatinya. Tapi sekarang.... hmmm, hanya dibarengi ikhwan beberapa orang untuk minum kopi dan baca koran di pagi hari. Tapi setiap menyeduh kopi ingatan langsung terhubung dengan dia, akhwat rekan praktikumku. Ukhty, aku merindukanmu....

Lama pertanyaan itu bergulir aku belum berniat untuk tegas menjawabnya, isu KPK dan Polri masih menyita mata dan pikiranku untuk mengkritisinya. Tiba-tiba pertanyaan berulang dari teman lain yang berjalan tegap dari arah dapur, “Gimana mbak mau ikut?”, aha dasar, sikap acuh dan autis sudah mulai menjalar lagi di tubuhku. “Emang pada rencana mau kemana kalian?”, datar kubalik bertanya.

“Nonton mbak”, serempak dengan muka bahagia mereka menjawabnya. Pasti mau nonton perahu kertas kedua, celetukku dari dalam hati. Aku yang dari kecil tak suka dan tak terbiasa untuk nonton langsung enggan menanggapinya. Tapi kalau mereka pergi aku akan sendirian lagi untuk kedua kalinya di sini. Gak enak deh, yakin. Tapi kalau nonton, itu justru semakin membuatku tak suka, tidak suka kebioskop dan berjanji untuk tidak mau ke bioskop.

“Selain ke bioskop mau ke mana?”, harapku mereka ada tujuan lain selain nonton. Timpal kawan yang satunya “Ini mbak, sekalian kita beli kaos seragam kelompok”, hahahai, berarti ke PGC (Pusat Grosir Cililitan), lumayan lah kalau belanja aku sedikit suka. Ditambah ada berita gembira “Mbak nanti kalau jadi juga mau ke Duren Sawit”. Argggghh, itu lokasi yang mau aku datangi, ke panti tempat soulmateku. Mbak Dhelta. Ok, dengan memutuskan ikut, aku masih berusaha cari kegiatan untuk tidak mau nonton. Mau ngapain ya?

Di angkot, astaghfirullah, dompet tertinggal di kamar. Seorang teman yang tidak ikut aku mintai tolong untuk mengechekkan, dan ternyata benar tertinggal. Syukur di hati bisa tenang. Otomatis segala kebutuhan nantinya aku harus meminjam pada teman-teman yang lain, tak apalah. Insya Allah aman.

Hanya 4000 rupiah sudah mengantarkan kami (saat itu 8 orang) ke PGC. Semua berbekal nekat, belum ada yang pernah ke sini sebelumnya tapi PGC settingan lokasinya tak terlampau berbeda dengan Pasar Baru Bandung. Pintu masuk mirip, Cuma PGC lebih terstruktur dan lebih bersih, masukpun langsung disambut dengan AC berdaya besar (tampaknya) dingin banget soalnya. Saking miripnya, masjid di PGC pun mirip juga dengan pasar baru. Asik, udaranya membuat nyaman ih. Merasa senang dan bahagia.

Kaos Jakarta seharga 15.000 sudah didapat, bagus modelnya, kualitas kain juga cukup memuaskan. Alhamdulillah.

Sudah adzan dzuhur, ayo segera istirahat dan kita shalat. Masjid di lantai paling atas. Ada food court di 3A, mampir dan yang berhalangan bertugas jaga tas dan nunggu pesenan makan. Yang shalat segera ke lantai atas. Tepat, setelah shalat kembali ke lantai 3A (kenapa mereka pada phobia untuk menggunakan angka 4, mari kita tanya pada mereka yang ada di dunia perbisnisan, ada apa gerangan?), makanan sudah terhidang dan saatnya kami makan.

Murah, itulah komentar pasti yang keluar dari kami. Dengan uang hanya sekitar 15.000 sudah dapat makan ayam panggang, dan minuman es. Kalau dibanding dengan yang di Bandung terlebih di kawasan Dago itu adalah harga yang jauh sangat murah. Jakarta masih tidak terlalu kejam.

Akhirnya gak jadi ke Duren Sawit, mereka yang dari Duren Sawit mau datang dan kami janjian ketemu di PGC saja. Alhamdulillah, bisa bertemu dengan rekan-rekan. Senang rasanya.

Jam 14.45 tepat, dengan pencarian yang muter-muter di lantai dasar akhirnya kami ketemu. Tepat di depan pintu masuk, salam-salam dan sapa serta rangkulan hangat (sesama akhwat tentunya) terasa menyenangkan. Seolah-olah sudah sekian lama tak bersua. Padahal baru satu minggu, ah mungkin karena ukhuwah sudah terlalu kental dan melebar di sini. Aku merindu dan mencintai kalian sahabat.

Pasukan dari PSMP Handayani ada 8 orang, dari Duren Sawit ada 9 orang ditambah satu adik asuh berarti total ada 18 orang. Ramai.

Seorang teman yang sudah paham benar dengan Jakarta menjadi guide kami. Pesan 18 tiket busway, tanpa tahu mau kemana tujuannya ngikut saja (lagian kan memang tak bawa dompet, jadi kemana mereka mau pergi aku akan ikuuuutttt).

“Hei, kemana jadinya?”, tanyaku pada teman. “Grogol mbak!”, hah! Apa gerangan? Sekarang sudah hampir jam 3 sore, kita baru mau meninggalkan Jakarta Timur untuk ke Grogol, ahh, ya sudahlah lagi-lagi karena tak ada dompet “akuuu ikuutttt”. ^^. Sembari bernostalgia dengan mereka yang dari Duren Sawit, sambil bercengkerama, bertukar informasi dan lain sebagainya, busway sudah menghampiri dan bismillah kami berangkat ke Grogol.

Delapan belas orang cukup menggemparkan seisi dalam busway. Area khusus wanita ada untuk wanita dan area laki-laki tentunya untuk laki-laki, tapi karena di Bandung tak ada busway so kamipun cuek dengan keadaan. Pakai aja selagi kosong dan tak ada yang menegur. Tapi katanya sebagai anak didik di Muslim Negarawan, harus mengikuti pola aturan yang benar, dengan segera aku mengajak yang akhwat (perempuan) menduduki bangku yang khusus akhwat.

Senang! Tidak macet dan nyaman! Itulah yang dirasai, dari Jakarta Timur, menyapa Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan sampai ke Jakarta Barat. Ow ow, ternyata dibawanya kita ke Taman Anggrek, muter-muter bingung dan harus kemana? Oke, tetapkan arah, kita shalat dulu. Waktu ashar sudah beberapa waktu yang lalu.

Mencari mushola pun harus bertanya sampai empat kali, ah, ini terlampau megah. Mall nya para artis (katanya), yang jelas mall kalangan alit eh elit maksudnya mah. Mereka yang berada di sini mayoritas dan hampir keseluruhan adalah yang matanya tertarik kesamping (baca: bermata sipit). Aku senang, karena aku merasa senasib dengan mereka. Hehehhehe.

Selesai shalat, kelompok Duren Sawit belum pada makan siang. Oke, biarkan mereka memasan makanannya dulu, dan saatnya bambu apus berkeliling Center Park selelahnya deh. Nanti ketemuan di sini lagi ya, pamitku pada mereka dan kembali menghampiri teman-teman untuk melanjutkan perjalanan. Waktu sudah terlalu sore ini, emang saat itu sudah jam lima lebih, kalau kita nonton kemungkinan malam sangat baru bisa balik ke Jakarta Timur. Dan pasti Cipaganti 01 sudah tidak ada lagi.

Kesepakatan setelah berulang-ulang penuh kePDan kami foto-foto, memutuskan untuk pulang duluan. Haaaayyy, berarti dari Jakarta Timur ke Jakarta Barat kita cuma niat shalat saja. Heheheh. Gak lengkap ah, belanja breadtalk dulu yuk, dari awal kedatangan kita sampai kita pulang tampaknya dia memang memanggil-manggil kita. Dibayar dan kita pulang. Tapi namanya gak akan lengkap kalau kita tidak bingung juga untuk cari jalan keluar. Tanya bebebrapa kali baru akhirnya menemukan jalan keluar. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan.

Pesan delapan tiket busway, tanya pada petugas yang menjaga. Diberi arahan naik busway X dan turun di Y, nanti sambung lagi Z dan bisa turun di Taman Mini, selepas dari sana kita sudah bisa menjumpai Cipaganti 01 untuk diantar ke posko praktikum. Alhamdulillah, lagi-lagi kami tersesat. Sopir busway bilang kami salah naik busway, harusnya yang satunya bukan yang itu. Tapi bukan mahasiswa STKS kalau gak suka tantangan. “Ya udah pak, kira-kira apa ni langkah tepat yang bisa kami lakukan selain harus balik lagi ke grogol?”, ucapku dengan PD ke pak sopir, “ya kalian turun saja di celter depan terus naik yang ke PGC”, ah bapak ini, asal sampai PGC mah kami sudah bisa dan tau jalan pulang.

Sampai PGC apalagi yang kami lakukan? Kami tanya pada yang ada di pinggiran jalan. Pak kalau naik angkot eh maksudnya Cipaganti 01 dari sebelah mana ya? Ditunjukkan ke arah sana. Sepuluh menitan tak kunjung ada cipaganti, kami memilih untuk tanya lagi. “Wah mbak kalau jam segini sudah tidak ada angkot 01, naik aja ini, nanti turun di sana”, gak percaya pada sopir angkot dan kami memutuskan untuk bertanya lagi. “Pak jam segini masih ada angkot 01?”, “masih, tunggu aja”. Syukurlah!

Entah berapa kali kami harus bertanya selama perjalanan ini, sudah berapa kali rasa malu kami lawan untuk membungkus rasa ingin tahu kami. Semalu apapun kalau emang ingin tahu maka bertanyalah. Jangan malu-maluin diri sendiri karena malu untuk bertanya. Be your self cinta. And this is the great experience ^^

0 komentar:

Posting Komentar