Erna Dwi Susanti Personal Site

Nak, Bangunlah! Bunda Malu Pada Presiden!



Dinasionalkan hari khusus untuk mengagungkan dan menjadikannya spesial. Diperingati sebagai momen penghargaan dan penegasan kembali bahwa memang perlu alarm untuk membagunkan apa yang terlelap. Sebagaimana keberadaan Ibu dihadirkan satu hari untuk hari ibu, kemerdekaan RI supaya suasana dan semangat juang para pahlawan tetap ada maka ditempatkan satu hari kemerdekaan, demikian pula untuk sumpah pemuda, kebangkitan nasional, pendidikan, buruh, tembakau dan momen penting lainnya. Tidak banyak yang diharapkan hanya sekedar sebagai alarm peringatan. Sama halnya dengan tingkah lucu, lugu, polos, dan genuine dari anak yang layak diperhatikan masa emas perkembangan dan perjalanannya yang setiap 23 Juli digelorakan dengan hari anak Nasional. Selamat.

Setali dua uang, pengharapan demikian pulalah yang hendak disampaikan oleh petinggi utama Indonesia. Agar anak Indonesia di masa depan bisa banyak prestasinya dan juga menjadi pribadi yang unggul dan sejahtera maka  terucap  nasehat dalam pidato Presiden  dalam Theater Imax Keong Emas, TMII, Jakarta Rabu 29 Agustus 2012 kemarin “kita berkewajiban memenuhi hak anak kita”. Berhenti berpidato lantas tertunjuk satu tangan pada seorang tunas emas yang terlelap tidur ditengah beliau sedang antusias dan semangat berpidato; kemudian mengucapkan permintaan pada orang tua anak yang bersangkutan untuk membangunkan generasi emas yang terlelap tidur di sampingnya. Entah bernagkat dari pikiran tidak inginnya petuah emas itu terlewatkan oleh anak-anak yang saat itu hadir atau berharap totalitas semua audiens terpusat padanya, mendengar, mencerna dan menelan pidatonya.

Tak lama kemudian berlanjut dengan teks pidatonya “mengasuhlah dengan penuh kasih sayang”.

Wow, apa-apaan? Tak kaget, karena inilah Indonesia. Inilah aparatnya dan inilah pemimpinnya. Menyadur ungkapan wartawan tribun “teguran memanglah baik untuk perbaikan kita ke depan. Namun teguran kepada anak-anak dalam suasana tersebut sepertinya tidak perlu disampaikan. Biarkan anak-anak dengan dunianya”.

Sekilas, memang halus dan simpel apa yang diucapkan; tapi ada hati yang teriris di sana. Ditegur ditengah hadapan umum, orang tua mana yang tidak merasa malu dan terjatuhkan? Saat semua mata hadirin tertuju padanya, saat sorot redup RI 1 mengarah ringan namun tajam tepat di hadapannya. Dengan sekuat tenaga menahan malu guna memenuhi seruan presiden untuk mendidik dengan penuh kasih sayang, memenuhi hak-hak anak sehingga terucaplah intonasi meninggi yang tertekan, “Nak, Bangunlah! Bunda Malu pada Presiden!

Kembali mengungkap sejenak tentang apa yang digaungkan oleh Abraham Maslow. Pengakuan orang lain yang merupakan salah satu sumber hadirnya harga diri  sebagai kebutuhan tertinggi dari seorang Individu. Aktualisasi diri mungkin telah terinjak, dan seiring dengan itu pula masyarakat Indonesia lebih bisa mengetahui seperti apa budaya Indonesia masa kini.

Spekulasi yang bertaburan; mungkin memang itulah salah satu bentuk protes sindiran anak akan wakil rakyat yang mewakilinya. Atau mungkin anak-anak yang hadir tidak memahami tentang apa yang dipetuahkan RI 1 dalam pidato resminya; kalau berkenan disarankan bahasa-bahasa pidato kala itu lebih tepat digunakan untuk pembukaan smart parenting dan training-training pengasuhan orang tua dan momen-momen sebangsanya.

Bijaklah kalau mau berbaik sangka berapa lama persiapan yang mereka lakukan untuk mempersiapkan dan berusaha menghadiri acara peringatan tersebut. Mungkin mereka lelah persiapan atau juga mungkin mereka tak mengerti dengan pidato yang disampaikan. Berevaluasilah presidenku. Berevaluasilah pemimpinku. Dan berevaluasilah Indonesiaku.


Biodata Penulis;
Erna Dwi Susanti|Aktivis KAMMI Bandung|Mahasiswa STKS Bandung
Ern Hidayatul Ulya

INGIN yang SEMPURNA



sumber gambar: google


Sejatinya tentu setiap keputusan itu ingin ditempatkan pada yang terbaik, ditemukan dengan yang sesuai, disatukan dengan yang segaris dan secita-cita. Itulah mimpi, harapan dan keinginan. Yang terbaik agar bisa digabungkan dalam kesempurnaan. Terlebih dalam menjalani ritme hitam putih kehidupan, saat menapaki petak-petak kecil bernama ujian, saat mencecap setetes madu kala kegetiran. Banyak keluh namun juga tetap ada syukur, segalanya campur baur dan membelangga dalam satu bejana. Kehidupan dunia.

"No body perfect"

Tidak dipungkiri oleh setiap yang mengenal kesempatan, mereka akan dengan gamplang menyadari bahwa setiap orang tak ada yang sempurna. Membutuhkan yang lain untuk melengkapi, yang lebih mengisi yang kurang dan yang kurang dengan legowo menerima sumbang kelebihan. Melengkapi untuk mendekati kesempurnaan. Tapi lagi-lagi belum bisa untuk disebut sempurna, karena kesempurnaam hanya akan dimiliki oleh sang Maha Pencipta, diraja dari para raja.

Shock, tentu itulah yang dirasakan saat beberapa kalimat terucap dari seorang pemeriksa mataku, huruf terurut dari yang besar sampai yang kecil dan sangat kecil terpajang di sana, angka-angkapun juga dicampur di dalamnya. Ketajaman mata sudah tak optimal untuk diajak main tebak-tebakkan dengan petugas, menyerah pada baris ketiga. Dan tampak rasa penasaran beliau kian membuncah, kini dimintanya aku untuk meniti garis demi garis yang disusun membentuk sudut melingkar di bagian atas bagan. Hmmm, ah kecil itukan Cuma garis-garis. “Ayo teh, coba teteh amati garis melingkar itu, ada berapa dan mana saja yang tampak  jelas terlihat”, dengan senyum dan maksimak aku akomodasikan mata untuk konsentrasi mengamatinya dan ternyata, dari lima belasan garis lebih yang ditata berjajar aku hanya bisa menangkap dengan terang pada empat garis saja. Yang lainnya pudar, berkelok dan sama sekali tak lurus dan beberapa memang tidak tampak.

Helaan nafas kala itu terdengar panjang, dan dicobanya beberapa lensa untuk mempertajam penglihatanku agar bisa dengan terang mengamati semua angka-huruf dan garis tersebut. Dibantunya dengan penyinaran komputer, sekian dan sekian lensa sudah dicobakan ke mata dan nihil, tetap akomodasiku masih terlampau lemah untuk menangkap terang dan jelas kesemuanya.

Mata kanan minus 3, kiri sudah melemah dan kanan kiri silindris 3. Wow, apa ini akupun tak dapat menerima dan memahaminya. Dengan santun dan penuh perhatian ku dengarkan penuturannya, dan bismillah ini tak mengapa. Beberapa tahun sudah lelah berkacamata dan dari siang itu besar harapan dari dokter akan menyampaikan kalimat emas yang sudah aku nanti-nantikan “Dena, kamu sudah boleh tidak berkacamata”, tapi jauh panggang dari api. Demikian pula dengan harapanku yang satu ini. Ganti kacamata dan tambah silindris, hmm. Entah ini nikmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka pada Allah.

Selang beberapa bulan, atau lebih tepatnya baru sehari kemarin aku dititipin untuk menjaga dua orang tunanetra, menjemput, menemani dan membersamainya seharian berjalan dari Bandung sampai ke Cimahi. Ya, meskipun berlatar belakang pada dunia kesosialan yang selalu berkecimpung dengan masalah sedemikian, aku masih agak canggung dan terlebih harus bersama dengan dua orang sekaligus. Terbayang menuntun dan mengarahkan seorang saja akan menjadi hal yang sangat sulit dan gamang, terlebih amanah itu tambah satu. Rabb, hamba yakin kehendakMu mematrikan hamba untuk bisa melaksanakan amanah ini. Alhamdulillah, meski beberapa kali satu di antara keduanya terantuk kaki pada polisi tidur, merasa takut yang teramat sangat ketika menyebrang di jembatan penyebrangan dan sejuta kejadian lainnya membuat bathin ini semakin tersesak karena malu.

“Ya, terlalu rajin aku mengeluhkan ketidak mampuanku melihat benda jarak jauh, ketidak mampuanku dalam membalas senyum dan sapaan dari mereka yang menegur dan menyapaku”, terlampau manja mungkin diri ini pada Tuhannya. Rabb, ampunilah hamba-hambamu ini. Aamiin.

Kesempurnaan memang menjadi dambaan bagi setiap insan, namun segala yang ada sekarang masih sangat pantas kita syukuri, masih sangat wajib kita jaga dan masih harus untuk kita sedekahi. Karena tidak pernah tahu, titipan nikmat yang ada sekarang kapan akan diambil dan dialihkan kepada yang lain dan kapan penderitaan orang lain akan diujikan pada kita. Segalanya sangat mudah bagi Allah, dan tiada kebarakahan lain yang bisa kita jemput selain senandung syukur dan munajat sabar. Semoga hikmah senantiasa mengalir dalam segala keadaan kita. Aamiin.

Wallahu ‘alam bishshowab, semoga bermanfaat.

terinspirasi dari banyak inspirator ^^ (nyata dan maya)

Bandung, 7 Agustus 2012
Ern Hidayatul Ulya
ernastksbandung@yahoo.co.id

Digombalin Anak Muda


Sumber gambar: gen22.net

Seperti hari sebelumnya masih di gemerlap rahmat Tuhan dalam balutan Ramadhan. Malam ini, kesempatan bahagia masih menghendaki bersama denganku, dengan sahabatku, dengan adik-adik tingkatku, dengan mereka yang merapatkan kaki dalam cerita indah bernama ukhuwah. Kami memang bukan saudara sedarah, namun ikatan cinta dalam rantai aqidah telah menyatukan kami, islam membawakan kami dalam barisan emas keberjama'ahan.

DKM al Ihsan STKS Bandung, selama empat tahun ini belum berniat mengalihkan  amanah  panitia Ramadhan pada yang lain, atau lebih simpelnya karena kader yang ada silih berganti dan lagi-lagi Tuhan masih menghendaki aku dan para sahabatku membersamai adik tingkat dalam menjalankan ritme dan rangkaian tugas demi tugas. Meski layaknya katak dalam tempurung (karena hampir seluruh ramadhan 1433 H ini harus dijalani di lingkungan kampus sendiri) tapi satu kenikmatan sungguh melegakan ditambah dengan rasa syukur semakin hari terasa semakin meningkat, karena setidaknya aku secara pribadi bisa belajar masak dan menuangkan ide jahilku untuk menyiapkan ta'jil berbuka setiap hari dan terkadang memasak makanan berat bersama akhwat-akhwat yang luar biasa.

Dan kali ini sungguh spesial, layaknya kaum hawa yang hobi berbelanja maka akupun juga tak dapat memungkirinya, tak apalah ba'da dzuhur menyempatkan bertitah ke Pasar Baru, membelanjakan uang THR an ^^. TTak terasa beberapa kali berputar dan beberapa kali eskalator naik dan turun dititi waktu sudah menunjukkan pukul 15.20, berarti beberapa saat lagi waktu ashar sudah akan masuk. Dan kewajiban berbelanja perlengkapan takjil harus segera ditunaikan, lagi-lagi ini adalah salah satu resiko atas pilihan yang kami ambil, memilih masak takjil sendiri setiap harinya. Dan tiba saat yang aku cemaskan dari beberapa hari kemarin, saat akhwat sudah pada mudik dan hanya tertinggal beberapa di bumi pasundan ini. Berat atau ringan ini adalah konsekuensi atas amanah dan resiko atas pilihan, so tak ada pilihan lain selain menjalani tanpa mengeluh.

Menyiapkan minuman, makanan, meski tidak sampai ribuan tapi cukuplah membuat kaki tak berhenti mondar mandir dan tangan tak tega berpangku melihat kesibukan yang lain. Kami harus saling membantu dan meringankan, satu konsep kecil yang diajarkan dalam ukhuwah yakni saling mengerti dan memahami.

"De, adik yang bagian nyiapin isian ini dalam gelas ya, de' Midha adik yang bagian nyiapin piring dan sendok, teh Irma lanjutkan ngupas ini, mbak Dhelta es nya ditambah ya jangan kayak kemarin kayaknya kurang...dan....dan...". Harap maklum ketika satu tindak otoriterku kembali menyapa di kesempatan seperti ini.

Alhamdulillah, 17.30 semua siap terhidang dan makanan+minuman yang ditargetkan sudah siap terhidang. Tampaknya berlebih yang dibuat hari ini, kebingungan mau dikemanakan akhirnya adik-adik SD binaan teman-teman KAMMI STKS datang menyambangi masjid dan buka puasa bersama mereka pun kami lengkapkan. Ramai, penuh dengan sendau gurau, entahlah kata apa yang bisa menggambarkan kebahagiaan ini. Nikmat yang luar biasa.

Tanpa ada angin, tanpa hujan, seorang adik yang kukenal santun tiba-tiba memecah keheningan, "kak-kak, minumannya manis, semanis wajah kakak", astaghfirullah, merona merahlah wajah ini. Tapi tak dapat kupertahankan dalam waktu yang lama, rasa sakit menghancur leburkan sanjungan itu. Anak kecil sudah dengan leluasa meniru gaya gombal, mengikut ajakan yang tak karuan. Gombal Warning! 

Yaa Rabb, hamba mohon ampun atas amanah yang terlupa ini, atas titipan yang tak sanggup terjaga. Bimbinglah hamba untuk mengarahkan adik-adik hamba, aamiin.  Dalam kegamangan dan menenggalamkan suara berat dan dalam doa itu terpanjatkan.

Mata tombak itu telah tertumpulkan keadaan, puncak menara itu telah ditutup rapat oleh semen kesewenang-wenangan. Jaman telah mendidik, namun globalisasi juga senantiasa menggerus habis tata krama dan sopan santun. Yang liberal yang mereka kenal dan tata krama aturan dengan lancar terhilangkan.

Himbauan terpusat ikhwah, ayo kita belajar mengajak pada yang benar, belajar berbenah dan membenah. Belajar terjaga dan menjaga. Semoga segala ikhtiar kita ternilai sebagai momentum perbaikan, pelaksana mandat dan amanat khalifah dan makhlukNya.

Wallahu 'alam bishshowab

Ern Hidayatul Ulya
ernastksbandung@yahoo.co.id

TTG


sumber gambar: noor-ul-ainhanif.blogspot.com



Teknologi Tepat Guna, itulah yang familiar atas tulisan singkat judul di atas. Suatu teknologi yang diolah dari segala renik yang dipandang kurang bermanfaat dibubuhi sentuhan ringan inovasi akhirnya hadirlah sebuah cetusan ide yang baru, ide pemanfaatan yang tepat dan berguna. Tepat atas keinginan yang diharapkan dan berguna untuk menutupi kebutuhan yang dimiliki, baik itu konteksnya individu, kelompok, masyarakat ataupun warga dunia.

Namun, tampaknya tak keren kalau berbicara masalah yang biasa-biasa saja. Saatnya buat gubrakan baru, menawarkan sajian yang berbeda. TTG penulis mendefinisikan dengan gambaran yang berbeda. Team Tak Group. Ya, lagi-lagi memanglah berbeda. Sampai kapanpun tim berbeda dan tak sama dengan grup. Berangkat dari keinginan untuk bersama-sama menyadari, memahami sampai akhirnya dengan penuh keihlasan rela bergerak, melompat dan berlari.

Yang merasa tertantang dan suka dunia perpolitikan, mangga’ disimak. Yang suka dunia organisasi mari diikuti, yang suka dunia sendiri silahkan direnungi. Dan yang tak suka dunia sempatkan untuk dibaca ^^.

Karena manusia tidak selalu hidup seorang diri, makanya ia disebut sebagai makhluk sosial. Layaknya sang Tarzan yang katanya manusia hutan tapi dia juga membutuhkan makhluk lain untuk teman hidupnya. So, jangan memungkiri kita butuh adanya kerjasama. Yang dari adanya kerjasama akan muncul konsep simbiosis, menguntungkan, merugikan atau tak bawa efek. Pola indah kerjasama tergantung pada kesepakatan.

Kerjasama terbentuk karena adanya dua orang atau lebih yang menghimpunkan diri dalam satu kesatuan untuk menggapai tujuan, mimpi, cita dan harapan yang telah disepakati. Masuk di dalamnya aturan dan tata tertib bersama. Intinya, segala aspek gerak dibuat atas dasar kemufakatan.

Dalam ranah kerjasama ada istilah gotong royong. Di mana banyak orang mengidentikkannya dengan istilah kerja kelompok (group work) ataupun kerja tim (team work) dan beberapa istilah lain yang sering digunakan. Dua istilah yang diidentikkan itulah yang ingin dijabarkan di sini.

Ada pandangan pula yang menyebutkan; kompak atau tidaknya suatu kesatuan dinilai dari bagaimana kinerja dan keberjalanan mereka di kesatuan (utility) tersebut. Kinerja yang dilakukan untuk menggapai cita-cita, mimpi, harapan dan keinginan bersama. Kalau kerja kelompoknya kompak maka akan ternilai sebagai kesatuan yang solid, kalau kerja timnya tak tampak maka dinilai sebagai gejala rusaknya kesatuan tersebut.

Satu kiasan yang semoga bisa menggambarkan. Team work itu berbeda dengan group work, terlebih dalam implementasi kerja di lapangan. Kalau basic yang digunakan dalam group work adalah kinerja selalu bersama-sama, ada meja satu kalau dalam kelompok ada 10 orang ya secara bersama-sama 10 orang tersebut mengangkat 1 meja. Mungkin secara kasarannya dikenangkan dalam pribahasa berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kalau lama ya bersama, kalau sebentar ya dirasa. Memang ada kelebihan, tapi tak sedikit kekurangan yang memang harus diselesaikan.

Sekarang beralih pada maksud dari team work (kerja tim), dalam tim tidak selamanya harus bersama tapi di dalam tim dikenal dengan pembagian tugas dalam kerangka kerjasama. Ada mereke yang mendapat tugas sebagai pemikir sekaligus pengonsep, ada yang berwenang sebagai pengorganisir dan ada yang memiliki kewajiban eksekutor (pelaksana) dan tidak lupa ada yang bertugas mengevaluasi. Ada tingkatan yang memang harus dibagi, karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama, dan tidak semua orang memiliki kemauan yang sama. Tampaknya dengan adanya kerja tim, sebuah kesatuan akan lebih masif dalam bergerak, melompat dan berlari. Kesatuan apapun itu. Organisasi mahasiswa, tatanan kerja, politik sosial pemerintahan ataupun struktur kewirausahaan dan sebagainya. Adakan pengaturan, dan kembali jangan tinggalkan makna besar dari sebuah kebesaran hati. Berubah, mengubah dan diubah.

GALAU itu DEWASA


Awal masa kuliah selalu demikian yang menjadi keributan, menanyakan kajian apa yang akan diambil? Praktikum nanti konsen di bidang apa? Ambil KIA atau belum? Bagaiaman teknis pembayaran dan beberapa keresahan yang lainnya. Dan tak sedikit seloroh yang tak diinginkan itu selalu datang menghiasi, ada yang menjelekkan dan merasa diombang-ambingkan, ada yang merasa acuh bahkan lebih condong apatis karena merasai lelah atas keadaan yang ada. Dan itulah sebuah fenomena yang biasa. Namanya gejolak.

Gejolak pastilah akan senantiasa ada untuk mewarnai keadaan. Gejolak selalu ada untuk mengajak secara halus pada manusia agar mau berpikir dan berani berkeputusan. Kalau ada yang menyampaikan bahwa dewasa itu ilusi dan tua itu mutlak maka tidaklah berlebih, karena benar orang yang tua belum tentu mampu untuk dewasa dan orang yang dewasa tidaklah orang yang harus tua terlebih dahulu. Mereka yang mau berpikir, berkeputusan dan bertindak terlebih dahululah yang biasanya lebih berkesempatan dulu untuk bisa dewasa, karena mereka memiliki peluang untuk belajar dan mengambil pelajaran. Mereka yang memilih hanya menjadi saksi dan pengamat perubahan hanya akan tergerus jaman dan lapuk dimakan usia, ya, mereka hanya akan bisa tua terpendam kenyataan.

Dari mana dewasa bisa dimulai? Dari uji coba tentunya, kalau hanya berangkat dengan dalil “aku takut mencoba” maka sama saja dengan prinsip “aku takut hidup”. Cobalah dengan tegar berkeputusan, dan cobalah untuk melakukan; karena setidaknya dengan kita bertindak akan ada dua kemungkinan yang akan dihadapi. Sukses atau gagal. Setidaknya masih ada peluang 50 persen untuk menjadi sukses dan 50 persen untuk gagal. Sedangkan kalau memilih untuk tidak berkeputusan tentulah 100 persen bertumpu pada kemungkinan tidak sukses (gagal).

Orang galau menandakan ia berpikir, maka sementara dapat disimpulkan orang yang sedang galau adalah orang yang sedang berada pada proses pendewasaa. Maka galaulah pada haluan galau yang tepat.

Ern Hidayatul Ulya
ernastksbandung@yahoo.co.id

Bandelnya Aku



Apa yang menjadi sebab, apa yang menjadi akibat, dan apa yang membersamai proses keduanya? Itulah pertanyaan klasik yang sebenarnya dan yang seharusnya dibawa dan senantiasa digunakan untuk standar perilaku seseorang. Seorang pribadi yang mendambakan cerita indah ternama kesantunan dan kesopanan.

Akan ada analisa dan pertanyaan yang tertuju pada diri masing-masing, apakah sebab sehingga ia bisa berlaku sedemikian? Apa yang akan jadi akibat atas kelakuannya dan apa yang membersamai dirinya sampai ia tuntas melakukan suatu tindakan. Unsur-unsur demikian juga bisa digunakan untuk barometer muhasabah dan evaluasi diri.

Berulang sebenarnya sudah ada kesadaran dari dalam diri, kenapa setiap barang yang berpola datar, polos, simpel, monoton, satu warna, tidak terlampau aku sukai? Hmm, sewajarnya aku harus bisa memahaminya. Karena keadaan ini tidak terjadi satu, dua atau tiga kali saja. Tapi terus menerus, berulang di setiap kesempatannya. Ide jahil selalu mengikuti tangan ini.

Sewaktu masih duduk di bangku SD, layaknya anak kecil yang hobi beli mainan, terlebih sticker-sticker kecil bergambar boneka cantik, yang pada saat itu sedang populer hello kitty selalu aku hampiri lapaknya di setiap siang sepulang sekolah. Tidak jauh, ada di halaman sekolah dipojok timur laut. Tentunya aku tak sendiri, bersama teman-teman bermainku yang mayoritas laki-laki aku menyambanginya. Menghabiskan uang saku yang sudah tak sebanyak tadi pagi. Tak apalah, setidaknya 5 biji sticker bisa kubawa pulang setiap harinya.

Sesampai di rumah, membanting tas panda bermodel ransel itu ke atas tempat tidur. Melempar sepatu sekenanya ke atas rak sepatu dan segera berlari aku ke depan lemari hias yang baru beberapa bulan di beli orang orang tua. Menempel sesukanya, membentuknya dengan seni ala kadarnya anak SD. Tak kaget, tentulah ceramah teguran dan nasehat sekian puluh menit mengalir menjadi dongeng pengantar tidur siangku. Entahlah begitu bandelnya aku. Tapi itu semua terjadi karena satu sebab, aku tak suka melihat yang polos.

Demikian pula hingga di SMP, ketidaksukaanku pada hal yang polos, monoton dan tertekan khusus pada kebendaan masih berlanjut. Tas ransel bentuk panda itu sudah dipandang Ummi, tak selaras dengan usiaku. Meski aku tak meminta, aku dibelikan tas pinky yang tampaknya memang terdesain khusus untuk perempuan, atau ABG muda lebih tepatnya. Tas berslempang satu, dikenakannya pun disamping, meski ada gambar boneka manis berjudul monokurobo  tapi tanganku ini masih belum tenang melihatnya. Otakku sedikit beputar, meraih benang-benang hias yang ada di loker lemari Ummi, mengambil dan di slempang itu aku bubuhi tusuk-tusuk hias yang aku pelajari di bangku SMP kelas 1, ada tusuk rantai, tusuk flanel, tusuk pipih, tusuk silang dan bebebapa tusuk hias lainnya aku gunakan. Wal hasil, marah besar Ummiku saat itu, tas yang baru beberapa hari dihadiahkan untukku sudah aku permak sedemikian rupa. Ah anggap saja angin lalu.

Lepas dari gudang kebandelan ketika di SMP, aku menginjakkan kakiku di SMA yang favorit di kota. Hmm, meskipun terkesan aku dijerumuskan (dipaksa) masuk ke sana. Ide jahil tanganku ini masih belum bisa berhenti. Daripada dengan langkah terpaksa mengikuti pelajaran kimia, matematika dan fisika mending meloloskan diri dengan surat dispensasi kegiatan dari beberapa oraganisasi siswa di kampus. Ya, kemungkinan sebagian besar guru mengenalku bukan karena apa-apa, tapi akan mengenal sebagai siswa yang namanya rajin tertumpuk di atas meja mengajarnya untuk diijinkan tidak mengikuti pelajaran selama sekian hari karena harus ke kota A, ke kota B, C dan D. Ya, ini momen yang aku suka. Meski tentunya orang tua tidak menghendaki aku berkiprah dan berjaya di SMA dalam aspek organisasi dan melupakan akademikku. Tak apalah, ikhlas yang penting tidak duduk layaknya robot ketika harus mengerjakan tugas-tugas kimia dan fisika, tidak harus duduk tegar seperti duduknya kalkulator saat menyelesaikan tugas matematika. Dan dari beberapa kegiatan yang aku ikuti, banyak cinderamata yang aku bawa pulang. Mulai dari cinderamata khas kegiatan, piala-piala kejuaraan, sticker lokasi, foto-foto kebersamaan dan beberapa kenangan dokumentasi lainnya. Dan keseluruhannya lagi-lagi aku pasang di lemari hias andalan yang berdiri kokoh di ruang utama, menempelnya ke dinding luar kamar yang langsung bersinggungan dengan ruang tamu dan sudah aku klaim sebagai galeri perjuanganku. Ah, bandelnya aku.

Melaju di ranah perguruan tinggi tampaknya semakin menjadi. Yang dulu setidaknya masih ada aba-aba agar tidak kian menjadi parah keusilanku (dengan jengah melihat yang polos), kini aku tak dikontrol siapapun. Teman kostan segaris dengan teman-teman SD sampai SMA ku, mereka mendukung dan justru mengatakan aku sebagai anak kreatif atas kejahilanku. Hmm, entahlah tapi aku merasa enjoy dengan kebandelanku (upss, maaf ummi; tak ada niat dari anakmu ini tak menghiraukan nasehatmu. Peace. heheheh). Mendapat hadiah sebuah tas laptop tentulah menjadi keuntungan tersendiri. Ya setidaknya aku tak harus mengeluarkan uang lagi untuk mengalokasikan belanja barang tersebut. Tapi, lagi-lagi tas itu polos, tak bermotif sama sekali. Dan ukurannya 14 ‘inch. Hmm, is not suitable for mine. Ambil gunting, memotongnya dan menyamakan ukuran dengan laptop, menjahitnya kembali, membubuhkan kain perca dan jreng-jreng... Aku punya tas laptop dengan desain yang baru. Hmm senyum lebar sudah bisa aku hadirkan. Ah, lagi-lagi aku bandel.

Beberapa hari kemudian liburan sudah dimulai, kesempatan untuk pulang ke kampung halaman sudah di depan mata. Duabelas jam perjalanan telah membawaku kembali menghirup udara di kampung halaman. Sambutan hangat dari kedua orang tua aku rasakan. Sebelum istirahat aku putuskan menata pakaian dari dalam koper ke lemari. Ummi membantuku, karena tampaknya masih lekat diingatan beliau, anak bungsunya ini belum bisa mandiri. ^^. Dan tanpa kusadari tas laptop dengan desain terbaru itu sudah berada di tangan Ummi. Wow, spot jantung saat itu. Khawatir Ummi akan memarahiku lagi, tapi ada senyum tipis yang berhasil kuintip di sana, gelengan kepala masih ada. Yaa Rabb, maafkan hamba yang masih suka bandel dengan ide jahil ini. Ummi (panggilku dengan nada memanja, dan.... ^^, pelukan hangat dan bisikan kecil itu aku dengarkan. Lanjutkan kebandelanmu, sholehah.

Dan aku bersyukur, ummi mendukungku. Semoga bisa jadi seorang pengusaha ^^

Bandung, 11 Agustus 2012
Ern Hidayatul Ulya
ernastksbandung@yahoo.co.id