Setting tempat kali ini adalah ruang kelas 1.2 satu sekolah tinggi kedinasan di Jalan Ir.H. Djuanda 367 Bandung :) #Haps, ambil hikmahnya saja yuk :)
Tapi, keberuntungan belum berpihak pada akhwat itu sepertinya. Jawab ane lirih campur gak enak "Boleh ukh, tapi afwan kayak gini pensilnya,". Datar ane tunjukkan pensil patah yang jatuh dan keinjak barusan di halaman depan.
Kayak gini, masih bisa anti pakai ukh? kalau mau, ini rautannya". Diterimanya dengan senang, karena waktu itu tampak sangat dibutuhkan pensil kecil ala kadarnya itu. Menyusun rencana intervensi yang harus dituliskan dalam skema menggunakan pensil.
Materi kuliah berakhir dan pensil itu belum dikembalikan. Sehari, dua hari bahkan sampai hari ini, setelah ane lulus dari bangku kuliah pensil itu belum kembali di kotak alat tulis. Tapi sama sekali tidak ane nantikan kembalinya pensil yang memang sudah patah kemarin. Mengingatnya saja baru kali ini. Ane lupa atau lebih tepatnya sangat kelupaan. Alasannya simpel, pensil itu sudah patah dan sudah tidak akan dimanfaatkan lagi. Tapi di seberang sana, pas kemarin kala, akhwat itu sangat terbantu dengan pensil patah yang diperolehnya. Toh juga masih ada beberapa stok pensil lainnya.
Pensil Patah Mengajarkan Arti Ketulusan
Pensil patah yang dipinjam sedikit atau banyak memang memberi hikmah dan pembelajaran. Kali ini ane menyebutnya dengan satu kata berupa, k-e-t-u-l-u-s-a-n, iya, ketulusan. Karena hakikat dasar dari ketulusan adalah suatu rasa yang tidak dirasa. Pensil yang tidak berharga lagi bagi ane, tapi mungkin sangat bermakna bagi dirinya. Dan ketulusan adalah langkah memberi tanpa harap dihargai.
Belum ada yang perfect, namun tidak harus perfect untuk mengajak perfect. Mari meng-upgrade diri
0 komentar:
Posting Komentar