Erna Dwi Susanti Personal Site

Eka Firmayanti's Wedding

"Menikah itu ibadah, belum menikah juga ibadah", kata ustadzah 

Barakalahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bayna kuma fi khoyr, ya Mblo Eka Firmayanti , ‪#‎ups‬ afwan udah ndak dipanggil mblo harusnya, tapi kata ente -- asik-asik kalian aje. ya udah deh .

Jasad kami nda bisa mendarat ke sana buat jadi saksi janji suci, kado pertama ini dulu yang bisa ‪#‎romantisgariskeras‬ ‪#‎rgk‬ persembahkan buat ente atas prestasi ini. Hhahahay. Keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah wa dakwah semoga senantiasa menyertai ente dan suami ya, mblo.


Salam hangat dari kawan-kawan yang suka buat personil departemen ente geleng-geleng. Emang harusnya demikianlah Kaderisasi, memberi contoh pada kader. Termasuk edisi ini. Bersama do'a-do'a terbaik yang ente request lagi tadi pagi insya Allah senyum terketje terkirimkan dari Sitti Heliana di Jakarta, Essa Fatimah Husna juga Jakarta sama juga kayak Mega, Gita Nur Sajida di Surabaya, Evi Hartati H, Lia Harahap yang lagi mencari aisyah eh maisyah di Bandung serta Evi Mulyani dan Erma Togan juga. Nah kayaknya Dede Aah Humairoh ada di sampingmu ya, dia jaim gak pernah menyampaikan salam sapa ke kita-kita, hohhoho, afwan Ah yak, dan dari ane mblo, yang stay cool 'sementara' di Kota Sragen ini. 


With love, ini untukmu. 

Ohya. Sorry kita udah dapet foto ente sebelum waktunya. :v #Damai yaaaa 


Semoga bisa menebus bahasa cinta yang tak terlaksana, ‪#‎humas‬ ‪#‎kp‬ ‪#‎dpk‬ ‪#‎bendum‬ ‪#‎bpp‬ ‪#‎kaderisasi‬

Sebatas Dialektika, Ibnu Khaldun - Karl Mark

Sumber Gambar : ayipudin.wordpress.com

Ibnu Khaldun pernah menulis bahwa ‘ashabiyyah merupakan asas berdirinya suatu negara, dan faktor ekonomis yang menjadi faktor penting penyebab terjadinya perkembangan masyarakat. Jadi boleh di simpulkan, bahwa Ibnu Khaldun adalah tokoh pelopor materialisme sejarah, jauh sebelum Karl Marx.

Konsep gerak sejarah Ibn Khaldun mengikut pada tiga aliran Filsafat sejarah; aliran sejarah sosial, aliran ekonomi, dan aliran geografis. Pada aliran ekonomi itulah yang kemudian dikembangkan oleh Karl Marx.

Etika Bersosial Media

Sumber Gambar : politik.kompasiana.com


Sebut saja Facebook, di media sosial ini ada fasilitas updating status. Di mana setiap hal, aktivitas, perasaan bisa disharingkan di sana. Meskipun pro dan kontra juga ada, terkait mana konten yang sifatnya privasi dan mana konten yang sifatnya publikasi. Banyak pihak yang terjebak di sini; "media sosial gue ya itu hak-hak gue", itu argumen-argumen yang muncul.


Di samping kolom status ada juga kolom komentar, kolom itu difasilitasikan bagi reader (pengguna Facebook yang kebetulan berteman dengan kita). Mereka diberikan kesempatan untuk mengomentari apa yang mereka temukan di sana. Kolom itu adalah hak mereka.



Toleransi, mungkin itulah yang dituntut kali ini. Kalau mau berbagi status itu ya perlu kita pertimbangkan. Mana ranah privasi dan mana ranah publikasi, biar reader yang lain juga tidak terganggu. Reader pun juga sama, tidak semua yang kita temui itu harus kita komentari.



Bagaimanapun saya tetap percaya, bahwa masing-masing dari kita punya alasan kenapa suatu status itu dipublikasikan. 



Saya juga baru mau belajar 



Erna Dwi Susanti,
September 2014

Menilik Licentia Poetica

Sumber Gambar : carapedia.com


Kalau penyair punya yang disebut 'licentia poetica' atas hak untuk memberlakukan hukum-hukum dan aturan personal mereka dalam hal bahasa. Sehingga dengan itu, mereka menafsir keindahan berdasarkan rasa ataupun bias personal. Maka bukan tidak mungkin, kita ciptakan 'licentia' juga atas karya-karya kita. 



Kemampuan yang dibatasi, didiamkan dan dikebiri adalah pembunuhan tersadis atas nama kebebasan berkarya. Jika tidak suka tinggalkan, jika baik dan positif maka perhatikan - tumbuhkan dan kembangkan.


Tak harus mencari kesempitan di tengah kelapangan. Di mana keterbatasan yang dicari itulah yang menjadikan pribadi itu stag, diam dan bungkam.



Merdekakan kemampuan, pahami realita, taat pada aturan yang ada dan teruslah menapak dalam karya. Peganglah, taat bukan berarti mengiyakan dalam dusta, tapi taat adalah menjalankan yang benar atas kehendak yang sadar. 



Erna Dwi Susanti,
September 2014

Mendebat SKTM

Sumber Gambar : skpd.batamkota.go.id

Disebutnya SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu); legalitas yang harus ditempuh sebagai wujud persetujuan desa/kelurahan sampai stempel tingkat kecamatan. 


SKTM digunakan sebagai pengantar yang menjelaskan bahwa individu/keluarga yang bersangkutan tidak mampu dalam aspek ekonomi. Dinyatakan miskin dalam pandangan kultur keumuman masyarakat setempat. Mereka masuk dalam kategori miskin.



Wewenang pembuatannya ada di tataran desa, itu konsekuensinya adalah pihak desa diberikan mandat penyeleksian dan penilaian. Mana yang sebenarnya layak dan mana yang tidak. Bukan asal mengangguk dan bertandatangan atas dasar ketidak-enakan. 






Ketika pihak sekolah (bagi yang memiliki anak sekolah) akan memberikan beasiswa dg salah satu prasyarat harus miskin, berbondonglah banyak keluarga (baik miskin atau kaya) mencarikan administrasi persyaratannya. Tidak hanya di pendidikan, di bidang bantuan kesehatan-sosial-ekonomipun sama.



Klop sudah, mental petugas tingkat desa yang serba sungkan dan tidak-enakan disandingkan dengan mental masyarakat yang ingin selalu dimudahkan semakin menjadi bukti bahwa miskin di negeri ini adalah miskin di atas bualan kriteria.



SKTM hari ini sudah menjadi hak setiap individu/keluarga yang tidak terbatas di status miskin atau kaya. Sehingga tidak berlebih jika SKTM kita sebut Surat Keterangan Tidak Malu. 



Tidak kaget, inilah negara saya. Indonesia



Erna Dwi Susanti,
September 2014