Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Titik Semangat - Memori 30 Jam

Titik Semangat - Memori 30 Jam



Atas kata syukur ini aku tuliskan. Tentang ku, dan tentang adik baruku. Ah mungkin bukan adik lebih pantasnya. Tingginya di atasku, tak sepadan dengan beda usianya dengan usiaku. Dia beberapa tahun lebih muda di bawahku.

Semangat. 

Redaksi kata itulah yang aku temui ketika sambutan ramah itu mengantarkanku memasuki ruangan kecil, bersih dan rapih tertata. Kamar kost, tempat si akhwat muda ini bertapa. Menulis sketsa atas mimpi peradabannya. Kamar yang diisi dengan kata-kata motivasi, tausiyah, target capen, jadwal dan lipatan origami yang disusun rapi, serapi jilbaber ini dalam berinteraksi. Ya, kata ‘Semangat’ adalah kata pertama yang aku temukan pertama kali setelah masuk diruangan itu.

Semangat.

Tatanan huruf s-e-m-a-n-g-a-t lagi-lagi aku temukan. Bukan lagi di dinding motivasinya. Namun kali ini di sisi kanan bawah jaket himpunan mahasiswanya. Jaket merah yang tampak anggun ia kenakan. Sungguh bidadari ini tampak memesona di  hadapan saya.

Semangat.

Tidak di dinding, tidak di jaket. Namun dengan senang ia sertakan kata itu sebagai profile name-nya, di jejaring sosial. Menulislah ia, Tik Tik Bersemangat. Aku menemukan kata semangat lagi di sana.

Terlalu lancang kalau hanya dari ketiga temuan itu menjadikan aku berkesimpulan. Hanya spekulasi ringan yang kali ini berani aku tawarkan. Ia sesosok akhwat yang suka memotivasi. Untuk dirinya dan untuk orang di sekitarnya, mulia sangat. Mungkin berawal dari satu moment, hingga rasa kata itu menyerta di hatinya. Moment spesial itulah yang menjadi saksi dan akan selalu terkenang sebagai titik tolak perubahan. Se-spesial apa momentnya? Tidak ada hak bagiku untuk terlampau jauh mengintervensi, itu adalah hak diri atas kehidupannya.

 Ini profile picture yang ia gunakan

Dan rencana tuhan, sungguh menyempurnakan. Sepekan sebelumnya, tersusunlah rencana. ‘Ayo kita duduk bareng dan bahas rancangan kerja (dalam satu organisasi yang kami berdua ikuti), serta keliling lokasi di daerah sana (Solo). Sabtu, 7 Juni 2014. Itulah hari kesepakatan, aku akan mabit di sana. Tak ada istilah kekurangan tema perbincangan. Mengalir dan lagi-lagi Tuhan memberikan penyempurnaan atas ceritaNya. Rencana awal di Solo harus terombak, diganti di Sragen. Full trip kita jalankan, dengan senang, sesal, harap, cemas, bingung, lelah, tawa, kacau dan geleng-geleng kepala (karena nemu orang yang kita tanya tambah berantem untuk memberikan jawab pada kita). Bukan karena apa, tapi tampaknya kita memiliki beberapa tipikal karakter diri yang agak serupa.

Sragen adalah tempat baru bagiku, terlebih juga untuk ia. Tak ada salahnya memahami kota kecil itu dengan renungan singkat di pusat kabupatennya, di tengah alun-alun kota. Perbincangan ringan yang sedang kita diskusikan, tentang kelanjutan kita dalam pengabdian pada kampung sendiri, Ngawi. Insya Allah de, jika malam kemarin pernah kita niatkan akan tekad kita, teori semesta mendukung (seperti yang kita obrolkan) di pagi hari selanjutnya akan bersama mewujudkannya.

Meski beberapa kali harus aku tinggalkan asyiknya diskusi denganmu, gara-gara lembar-lembar kertas dengan cover hitam yang #BukanUntukDibaca itu mengusik konsentrasiku. Maaf.

Dari seluruh rangkaian memori 30 jam ini, kata ‘semangat’ tidak hanya sering aku dengar dari ucapannya, tapi juga dari pembawaan dan karakter dirinya. Terlalu sederhana kalau aku menjelaskan melalui kata. Semakin terpesona aku dibuatnya.

Tetaplah menjadi pelita yang tak kunjung padam sholehah. Tak pernah padam dan jangan mau padam. Kenanglah, kita pernah diijinkan bersama; entah kapan lagi kesempatan ’30 jam’ itu diijinkan Tuhan untuk terulang. Hari mungkin masih ada, tapi tak ada jaminan kalau kita masih punya kesempatan yang sama. 

Tengah banyak yang kita ceritakan, telah padat teori yang kita benturkan pada realita meskipun secara memaksa. Hehehe. Berbagi yang kita tahu dan bertanya tentang yang tidak kita tahu. Jaga terus semangatmu sholehah, meski berawal dari tik tik - tik tik, jika  ia berkelanjutan akan menjadi sebuah gelombang tersendiri. Butterfly effect dapatlah menjadi ilmu barumu. Kepakan sayap-sayap kecil para kupu di seluruh penjuru dunia, bersatu padu menjadi gelombang tersendiri, mengerahkan sebuah efek tersendiri.  

 Butterfly effect.

Meski hanya 30 jam saja...

Erna Dwi Susanti,
Sragen, 08 Juni 2014

0 komentar:

Posting Komentar