Atas
kata syukur ini aku tuliskan. Tentang ku, dan tentang adik baruku. Ah mungkin
bukan adik lebih pantasnya. Tingginya di atasku, tak sepadan dengan beda
usianya dengan usiaku. Dia beberapa tahun lebih muda di bawahku.
Semangat.
Redaksi
kata itulah yang aku temui ketika sambutan ramah itu mengantarkanku memasuki
ruangan kecil, bersih dan rapih tertata. Kamar kost, tempat si akhwat muda ini
bertapa. Menulis sketsa atas mimpi peradabannya. Kamar yang diisi dengan
kata-kata motivasi, tausiyah, target capen, jadwal dan lipatan origami yang
disusun rapi, serapi jilbaber ini dalam berinteraksi. Ya, kata ‘Semangat’
adalah kata pertama yang aku temukan pertama kali setelah masuk diruangan itu.
Semangat.
Tatanan
huruf s-e-m-a-n-g-a-t lagi-lagi aku temukan. Bukan lagi di dinding motivasinya.
Namun kali ini di sisi kanan bawah jaket himpunan mahasiswanya. Jaket merah
yang tampak anggun ia kenakan. Sungguh bidadari ini tampak memesona di hadapan saya.
Semangat.
Tidak
di dinding, tidak di jaket. Namun dengan senang ia sertakan kata itu sebagai profile name-nya, di jejaring sosial. Menulislah
ia, Tik Tik Bersemangat. Aku
menemukan kata semangat lagi di sana.
Terlalu
lancang kalau hanya dari ketiga temuan itu menjadikan aku berkesimpulan. Hanya
spekulasi ringan yang kali ini berani aku tawarkan. Ia sesosok akhwat yang suka
memotivasi. Untuk dirinya dan untuk orang di sekitarnya, mulia sangat. Mungkin
berawal dari satu moment, hingga rasa kata itu menyerta di hatinya. Moment
spesial itulah yang menjadi saksi dan akan selalu terkenang sebagai titik tolak
perubahan. Se-spesial apa momentnya? Tidak ada hak bagiku untuk terlampau jauh
mengintervensi, itu adalah hak diri atas kehidupannya.
Ini profile picture yang ia gunakan
Dan
rencana tuhan, sungguh menyempurnakan. Sepekan sebelumnya, tersusunlah rencana.
‘Ayo kita duduk bareng dan bahas rancangan kerja (dalam satu organisasi yang
kami berdua ikuti), serta keliling lokasi di daerah sana (Solo). Sabtu, 7 Juni
2014. Itulah hari kesepakatan, aku akan mabit di sana. Tak ada istilah
kekurangan tema perbincangan. Mengalir dan lagi-lagi Tuhan memberikan
penyempurnaan atas ceritaNya. Rencana awal di Solo harus terombak, diganti di
Sragen. Full trip kita jalankan, dengan senang, sesal, harap, cemas, bingung,
lelah, tawa, kacau dan geleng-geleng kepala (karena nemu orang yang kita tanya
tambah berantem untuk memberikan jawab pada kita). Bukan karena apa, tapi
tampaknya kita memiliki beberapa tipikal karakter diri yang agak serupa.
Sragen
adalah tempat baru bagiku, terlebih juga untuk ia. Tak ada salahnya memahami
kota kecil itu dengan renungan singkat di pusat kabupatennya, di tengah
alun-alun kota. Perbincangan ringan yang sedang kita diskusikan, tentang
kelanjutan kita dalam pengabdian pada kampung sendiri, Ngawi. Insya Allah de,
jika malam kemarin pernah kita niatkan akan tekad kita, teori semesta mendukung
(seperti yang kita obrolkan) di pagi hari selanjutnya akan bersama
mewujudkannya.
Meski
beberapa kali harus aku tinggalkan asyiknya diskusi denganmu, gara-gara
lembar-lembar kertas dengan cover hitam yang #BukanUntukDibaca itu mengusik
konsentrasiku. Maaf.
Dari
seluruh rangkaian memori 30 jam ini, kata ‘semangat’ tidak hanya sering aku
dengar dari ucapannya, tapi juga dari pembawaan dan karakter dirinya. Terlalu
sederhana kalau aku menjelaskan melalui kata. Semakin terpesona aku dibuatnya.
Tetaplah
menjadi pelita yang tak kunjung padam sholehah. Tak pernah padam dan jangan mau
padam. Kenanglah, kita pernah diijinkan bersama; entah kapan lagi kesempatan
’30 jam’ itu diijinkan Tuhan untuk terulang. Hari mungkin masih ada, tapi tak
ada jaminan kalau kita masih punya kesempatan yang sama.
Tengah
banyak yang kita ceritakan, telah padat teori yang kita benturkan pada realita
meskipun secara memaksa. Hehehe. Berbagi yang kita tahu dan bertanya tentang
yang tidak kita tahu. Jaga terus semangatmu sholehah, meski berawal dari tik
tik - tik tik, jika ia berkelanjutan
akan menjadi sebuah gelombang tersendiri. Butterfly effect dapatlah menjadi
ilmu barumu. Kepakan sayap-sayap kecil para kupu di seluruh penjuru dunia,
bersatu padu menjadi gelombang tersendiri, mengerahkan sebuah efek
tersendiri.
Butterfly effect.
Meski
hanya 30 jam saja...
Erna Dwi Susanti,
Sragen, 08 Juni 2014
0 komentar:
Posting Komentar