Erna Dwi Susanti Personal Site

Home » » Sawang Sinawang

Sawang Sinawang



Kalau orang umum (red: bukan orang jawa) akan lebih familiar dengan kalimat "Rumput tetangga akan selalu tampak lebih hijau". Kurang lebih sawang sinawang juga didefinisikan demikian. Sawang sinawang itu diartikan sebagai kegiatan menilai orang lain, si X menilai si Y, dan si Y menilai si X ataupun si Z. Proses ini akan menghasilkan persepsi dari hasil suatu penilaian.  Persepsi demikian itu jugalah yang akan digunakan untuk belajar memposisikan (menempatkan) diri. Tidak jarang hasil dari persepsi ini juga akan menjadi modal awal dalam memberikan status pada orang lain dan membedakan dengan diri sendiri. Unsur subjektifitas akan sangat dominan pastinya.


Bagaimana analisa permainan unsur subjektifitas dapat berkecimpung di sini? Mari kita uraikan bersama;


Sekarang kita menggunakan 2 (dua) subjek; sebut saja namanya Ahmad dan Thohar. Ahmad adalah seorang pekerja karyawan pabrik lilin dengan tanggungan hidup seorang istri dan empat orang anak, istrinya seorang ibu rumah tangga dan menjadi guru TPA setiap sorenya. Anggap saja pendapatan perbulan Ahmad sebesar Rp 900.000,00. Di subjek satunya, kita kenal dengan nama Thohar. Ya, dia adalah seorang kepala keluarga yang memiliki tanggungan seorang istri dan seorang anak balita. Profesinya berlayar, bekerja di pelayaran. Estimasi pendapatan bersih perbulannya Rp 35.000.000,00. Perbandingan yang sangat menyolok pandangan.


Terlepas dari su'udzon atau berprasangka pada subjek fana, sejenak kita manjakan logika untuk beretorika. Ahmad akan memandang kalau Thohar adalah orang yang berkecukupan, sejahtera dan bahagia. Pendapatan sebesar itu akan lebih dari cukup untuk menghidupi keluarganya. Lain Ahmad, lain pula dengan Thohar. Thohar merasa iri dengan kondisi Ahmad, yang meski hanya sebagai karyawan pabrik ia tampak begitu bahagia, selalu bisa berkumpul dengan keluarga dan tidak harus berjauhan dengan keluarga dan orang-orang yang dicinta. Ahmad merasa iri pada Thohar, demikian juga sebaliknya. Penilaian sepihak dan subjektif itulah yang menyebabkan munculnya rasa iri dan tidak mensyukuri keadaan. Padahal, ada beragam faktor yang mendukung keadaan demikian, dan faktor demikian keseringan tidak dijadikan pertimbangan atas penilaian seseorang. Seperti apapun "orang lain selalu lebih baik daripada kita".


Sawang sinawang itu boleh, manakala untuk meningkatkan produktivitas kerja, kebermanfaatan dan motivasi berprestasi ataupun ibadah serta hal positif lainnya. Orang lain itu ada untuk menjadi wasilah (perantara) kita belajar. Mengubah asas sawang sinawang yang berorientasi pada pembandingan status menjadi suatu kesempatan untuk belajar dan meng-upgrade kemampuan diri. Prinsip kerjapun pasti berubah; dari yang awalnya  "Kenapa dia (mereka) sesukses itu?" menjadi "Kalau dia bisa sesukses itu, kenapa saya tidak", keduanya sama-sama kalimat tanya yang beda adalah penyikapannya. [Erna 30 Juni 2014  - Sragen]

0 komentar:

Posting Komentar