Oleh : Ustadz Hilman Rosyad Lc
![]() |
Sumber gambar : chietchita.blogspot.com |
Interaksi
sosial adalah keniscayaan dalam berdakwah. Menjadi tuntutan bagi para da’i
untuk terjun di tengah-tengah masyarakat,melakukan kontak dan komunikasi dengan
sebanyak mungkin manusia. Melalui interaksi sosial tersebut diharapkan akan
banyak individu atau masyarakat yang merasa tertarik dan mau melaksanakan
nilai-nilai yang diajarkan oleh para da’i, sehingga sikap, tindakan, dan tingkah
laku individu dan masyarakat tersebut terwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam.
Ada
satu hal yang harus diwaspadai oleh para da’i dalam melakukan interaksi sosial,
terlebih lagi jika kontak dan komunikasi sosial tersebut dilakukan dalam
lingkungan masyarakat yang memiliki karakter, budaya, nilai, ideologi, dan
agama yang berbeda, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mereka perjuangkan.
Dalam kondisi seperti itu para da’i harus berhati-hati dan menjaga diri dari
serangan virus tamayyu’ (pencairan), yakni kondisi dimana seorang da’i malah
terpengaruh oleh gaya, pemikiran, kebiasaan, budaya, ideologi yang dimiliki
oleh individu atau masyarakat yang didakwahinya; lalu secara lambat laun mulai
meninggalkan idealisme yang dianutnya. Naudzubillahi min dzalik…
Tamayyu’ Khuluqi
Tamayyu’
yang pertama kali muncul biasanya adalah tamayyu khuluqi, pencairan akhlak.
Ditandai dengan munculnya sikap tasahul (menggampangkan/menyepelekan suatu pelanggaran).
Dimulai
dari hal-hal yang sederhana,misalnya:
1. Melakukan isyraf (berlebih- lebihan) dalam
makan dan minum.
2. Berlebih-lebihan dalam gaya berpakaian.
3. Menyepelekan rambu-rambu hijab.
4. Berlebih-lebihan dalam menikmati musik,
nyanyian, dan tontonan.
5. Longgar atau tidak berhati-hati dalam
mu’amalah maaliyah
6. Terlalu banyak tertawa dan bergurau.
Sampai
akhirnya munculah sikap ibahiyah (permissive/segala hal boleh) tanpa sungguh
sumgguh memperhatikan rambu-rambu syariat.
Tamayyu’
‘Ubudiyyah
Jika
tamayyu’ khuluqi tersebut tidak segera diobati, maka yang akan terjadi selanjutnya
adalah tamayyu’ ‘ubudiyyah, pencairan amal ibadah. Ditandai dengan menyepelekan
amalan amalan sunnah atau bahkan amalan-amalan wajib. Misalnya:
1. Malas qiyamu lail.
2. Meremehkan shalat-shalat sunnah rawatib.
3. Semakin jarang shalat berjama’ah di
masjid.
4. Sering melaksanakan shalat wajib tidak
tepat waktu.
5. Sering terlambat melaksanakan shalat
shubuh.
6. Malas melakukan shaum- shaum sunnah
7. Sedikit menyebut nama Allah/ wirid dan
dzikir.
8. Sedikit membaca al-Qur’an.
Tamayyu’
Fikriyyah
Berikutnya
dari tamayyu’ ‘ubudiyah akan merembet kepada tamayyu’ fikriyyah, pencairan ideologi.
Diantaranya ditandai dengan hilangnya ciri khas fikrah Islami dari seorang
da’i. Bahkan pemahamannya terhadap fikrah islami tersebut semakin lemah dan luntur.
Warna pemikirannya menjadi tidak jelas, apakah ia seorang abnaul harakah
islamiyah, ataukah seorang liberalis, sosialis, atau nasionalis? Dari pembicaraannya
tidak dapat diketahui lagi apakah ia meyakini Islam sebagai satu-satunya
jawaban yang benar dan bersih terhadap persoalan manusia, ataukah menurutnya
ada jawaban yang lain? Tidak jelas apakah ia meyakini Islam sebagai sistem yang
sempurna dan lengkap ataukah tidak?
Tamayyu’
Aqidiyah
Tamayyu’
yang terparah adalah tamayyu’ aqidiyah, pencairan aqidah. Sebuah kondisi dimana
seseorang sudah benar-benar jauh menyimpang, karena tidak lagi memahami Islam
sebagai satu- satunya kebenaran yang mesti dianut seluruh manusia. Padahal Allah
Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…” (Q.S. Ali Imran: 19) “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Ali Imran: 85)
Virus
tamayyu’ ini dapat dihindari jika para da’i memiliki imunitas dan senantiasa
meningkatkan kualitas dirinya. Laa haula
wala quwwata illa bi-Llaah…
Label:
ARTIKEL LEPAS,
GURU KITA