sumber gambar: catatanmy.wordpress.com
Masih
ada rasa bangga, ditengah tipu daya itu mereka masih sudi memberi arahan agar
kami bisa sampai ke Bekasi Barat. Naik 02 sana, dan tanpa meninggalkan ucapan
banyak hanya sekedar terimakasih yang semoga itu juga muncul dari hati
terucapkan perlahan. 02 tergapai, meniti dari Bekasi Timur-Bekasi Selatan dan
suara bapak Sopir 02 terdengar pelan dan meneduhkan, jauh jika dibanding Sopir
bus yang kutemukan dibeberapa jam silam. Hitungannya sudah jam, karena waktu
terus berputar dan mengelilingi Bekasi tak cukup hanya dalam hitungan menit
dengan angkotan umum. Lanjutnya sang bapak menyadarkanku pada lamunan
kebingungan dan tanpa arah, selain hanya melamun dan diam sambil menunggu radar
yang dikirimkan oleh agen Neptunus seperti yang dibilang Dee dalam novel Perahu
Kertasnya. “Kalau mau ke Cikunir turun di sini terus naik angkot lagi 05 dari
arah sana neng”. Oh my God, setelah senyum terkembangkan mengiringi ucapan
terimakasih. Kaki ini kembali digerakkan perlahan, ayo paksa tanpa mengeluh.
Ingat Rasulullah yang sudah meneladankan semangat perjuangannya. Ingat para
sahabat yang gak pernah ngeluh. Tanya untuk kesekian kalinya ke seorang
pedagang buah, ditunjukkan pada kami tempat nge-time nya angkot 05 yang ke arah Cikunir. Lama, setara dengan waktu
yang kami habiskan untuk menunggu bus ke arah Bekasi tadi pagi. Syukurlah datang
juga.
Sebelum
naik, memastikan dulu pada sopir akan alamat yang hendak dituju. “Oh, itu tidak
dilewati angkot ini neng, paling juga tambah nanti diantarkan sampai ke sana”,
jawaban pak Sopir dengan to the point. Oke, saya lebih suka yang demikian. Kami
naik, namun sudah hampir habis dan selesai seluruh daerah Cikunir kami
telusuri, belum juga tertemu alamat yang hendak kami tuju. Seisi angkot ribut,
aku dan Aunty coba kembali menelpon keluarga klien yang hendak kami tuju
tersebut. “Kami kurang begitu tahu kalau dengan naik angkutan umum mbak”. Yaa Rabb,
tiada lagi yang hendak ditunggu selain petunjuk dariMu.
“Ya
sudah pak, kami turun di sini saja”, cukup putus asa kala itu. Bagaimana tidak,
uang yang sengaja disuplay di dompet untuk biaya perjalanan sudah tak
memungkinkan berjalan. Kebetulan mata peninggalan bangsa kakek ini cukup iseng
mengamati sekitar, semakin mantap setelah menatap pos ATM di seberang jalan. “Neng,
nanti naik saja angkot ke arah balik lagi sampai gang akhir, dan naik angkot
bla bla turun bla bla dan naik lagi sampai tiga kali”. Maaf bapak, saya tidak
bisa menerima lagi yang bapak sarankan. Intinya saya ingin turun dan
menghentikan langkah ini sebentar dan membiarkan otak ini melayang dalam
dunianya sejenak. Ijinka ia berhenti sebentar untuk berputar. Berputar mencari
solusi dan menemukan alamat yang ditujukan. Mencari alamat satu kota saja
seperti perjalanan pulang ke kampung halaman.
Setelah
menyambangi ATM, mampir ke apotik karena ada yang harus dibeli, lanjut jalan
dan adzan berkumandang. Ada masjid, bukankah yang pernah di pesankan Imam Hasan
Al Banna dalam wasiat pertamanya; laksanakanlah shalat tepat di waktunya dalam
keadaan seperti apapun. Dan rampung shalat, hanya menatap hati dengan gemuruh
suara dari dalam hati. “Yaa Tuhan, Engkau yang menyekanario ini semua,
kuatkanlah dan luruskanlah”. Mengantar Aunty makan sebentar, kasihan beliau
baru sembuh dari sakitnya dan tak mungkin di bawah terik yang sangat seperti
kala ini aku paksakan dia untuk terus bergerak dan berlarian mencari alamat
klien yang tersembunyi.
Selang
makan, memutuskan untuk menelpon dan memastikan alamat pastinya pada keluarga
klien dan ketemulah alamat lengkap yang kami tunggu-tunggu dan tak lama
kemudian, seorang ibu dan bapak penjual gorengan memanggil kami untuk berteduh
di emperan kios mereka. Maklumlah seperti apa teriknya mentari siang ini. Bekasi
dan mentari.
“Pada
mau ke mana, mbak?” dengan logat khas Tegal menanyakan pada kami. Tak ambil
berlama dalam kepusingan kujelaskan semuanya perjalanan dari awal sampai akhir.
Hingga sang ibu, mencetuskan ide baru naik ojeg saja. Hmm, sedikit ada pilihan,
yang awalnya kami hanya memilih untuk menggunakan taksi karena sudah bingung
berkisah dan berkelanan dengan angkutan umum. Dipanggilkannya, tawar menawar
dan kami diantarkan, dengan harga tinggi tentunya, karena mereka bilang “Ini
jauh jalannya”, kami tak tahu apa-apa hanya bisa sepakat dan menganggukan
kepala serta mengatakan “iya”.
Di
antarkannya kami sampai lokasi dan tidak cukup jauh tapi biarlah, karena
kesepakatan pengganti jasa sudah disepakati di awal. Ini mungkin memang rejeki
buat mereka yang dititipkan lewat kami, bukankah begitu Aunty? Hehehhe. Yang penting
kita sudah sampai. Dijemput klien kami yang kebetulan sedang ambil cuti bersama
beberapa hari untuk bertemu dengan keluarganya dan seorang Omnya kami mengucap
syukur sudah sampai juga di lokasi.
Tapi sungguh, kelelahan dan emosi
yang bergejolak itu menjadi tentram saat keramahan menyambut kunjungan kami,
saat kemanisan membersamai obrolah kami, dan saat semua tercurahkan atas
keberadaan kami di antara mereka, keluarga yang sangat luar biasa. Dalam segalanya.
Rabb, masih ada tangan-tangan hambaMu yang akan terus Engkau tunjukkan untuk
melengkapi keberadaan mereka.
Sudah
masuk waktu ashar, setelah kami foto bersama pamitan dan diantarkan sampai ke
jalan raya. Namun pulangnya tak sesakit ketika berangkat. Hanya butuh menunggu
angkot 37 selama satu jam-an dengan berdiri dan duduk di depan mini market,
beberapa menit di duduk di dalam angkot sudah sampai di pertigaan. Berarti kami
harus ganti angkot 58 tak lama juga sampailah kami ke PGC dan dari PGC naik 01
hanya sekitar 45 menit sampailah kami mengecap rintik hujan gang Mild – Bambu Apus
– Jakarta Timur, di rumah perjuangan yang dirindukan selama sakit hati di
Bekasi.
Udah,
yang lalu biarlah berlalu. Mau sakit hati berkepanjangan dan terus menyalahkan?
Akan rugi sendiri nantinya. Hilangkan kepenatan dengan menuliskannya, dan al-ma’tsurat
pagi di esok hari akan mengajakmu kembali optimis menatap hari. Insya Allah. Di
simpan dan inilah pengalaman, serta jangan pernah lupa untuk mengingat, sebuah
silaturahmi memiliki banyak keutamaan. Demikian pula dengan kunjungan ke Bekasi
hari ini. ATM dikuras karena edisi tersesat, sesampai di rumah mendengar cerita
ketua dan teman perjuangannya yang memiliki tangga perjuangan tak kalah
serunya, mulai dari kehabisan bensin di jalan sampai harus mendorong Honda nya,
sampai di pom bensin kehabisan premium dan terpaksa order pertamax dengan
kantong mahasiswanya, sampai di jalan ban motor bocor, dan beberapa bumbu
pelengkap lainnya. Sama juga dengan Rosma yang tak bisa menyeimbangkan motor
yang dikendarainya karena kasus serupa ban motor bocor, dan kisah aneh lainnya.
Tapi lagi-lagi kalau mau dikeluh kesahkan akan semakin membuat hati gondok dan
sakit, sudahlah ini adalah skenario dari Allah, agar kita menikmati akhir-akhir
masa praktikum kita. Dan kontan balasan yang kita dapatkan apa? Hitung yuk;
mendapat traktiran tempe mendoan sebungkus gedhe dari kasi Rehsos tempat kita
magang, Pak Anton pulang membawakan aneka kue basah dan ayam goreng renyahnya,
Mbak Iput dan Nyak Rizka datang dengan sekantong besar es kelapa mudanya. Agen
Neptunus Ecy sudah mempersiapkan nasi untuk buka puasa kita, Rosma pulang
dengan membawa se-pack donat
kentangnya, kaset film terbaru bekal nonton kita hari ini. Dan tunggulah, pasti
janji Allah tak akan pernah salah. Sebiji kita menanam maka 700 biji kita akan
menuai. Nikmati perjuangan hari ini dan panenlah hasilnya di esok hari, lusa
ataupun lusanya lusa nanti. Allah tidak akan pernah tidur dan Maha Adil atas
apa yang kita usahakan. Dan besok selamat mendampingi adik-adik untuk merefresh
diri dan semangat mereka, ke manapun rencana kalian pasti akan ada hikmah dan
kebijakan yang bajik dari sang Maha Bijaksana. Jangan lupa share cerita dan
pembelajarannya ya.. ^^
Jakarta Timur, 16 Nopember 2012
Ern Hidayatul Ulya
0 komentar:
Posting Komentar