"Petikan asa dan kerinduan yang mulai menentramkan"
Keyboard terasa jadi benda yang asing sekarang. Ringkas sejarah dan sebab musababnya, kemarin sempat bertekad untuk meliburkan diri sejenak dari dunia tulis menulis. Penulis amatiran yang sok 'kewalahan'. Gak berlebih kalau menyebutnya sok kewalahan, toh ya memang lah benar, belum ada nama, tulisan belum banyak yang terpublish dan terlebih berguna buat orang lain, sudah dengan mudah dan santainya bilang 'capek' dan 'lelah'. Menyesal..
Itulah inti yang didapat dari keputusan ringkas kemarin, memilih berhenti menulis, meskipun itu hanya sekedar artikel. Keseharian berjalan seperti biasa, mondar-mandir dari Dago atas ke daerah ujung Juanda, Setia Budi dan beberapa jalan di cabang kota Bandung dan sekitarnya, toh ujian sidangpun juga berakhir, tidak begitu banyak yang membebani. Saatnya menikmati kehidupan tanpa ada tekanan 'dari siapapun', penerbit, editor, juri lomba, redaktur dan lainnya. Benar-benar ingin 'LEPAS'.
Hawa ringan dan kecil itu kembali menyambangiku, mengenalkan akan arti kerinduan, kerinduan yang entah seberapa derajat konsentrasinya kini, yang mengantarkan aku pada ketidak stabilan. Kalau orang muda jaman sekarang menyebutnya sebagai 'kegalauan', ya mungkin saja aku juga bagian dari itu. Mencicipi Galau,...
Hari-hari tak sebinar biasanya, muram, kacau dan penuh dengan kegelisahan. Emosi sudah naik turun tak beraturan, mencoba menjerit untuk menjadi kekasihNya, justru di saat seperti inilah aku semakin merasa tidak nyaman. Merasa terkejar-kejar, dikurung dan terbelenggu. Coretan inspirasi tidak pernah aku tinggalkan dalam note kecil yang selalu menyertai kepergianku. wherever. Tapi apalah daya, coretan itu hanya tinggal coretan. Sesampai di villa Jati 1 tak pernah aku lirik bahkan aku niatkan untuk mengolah. Segalanya terlampau menjenuhkan."Kembali, menulis itu menjenuhkan".
Hantuan kalimat seperti itulah yang mengiming-imingiku untuk terhenti. Bagaimana tidak, sehari-hari harus selalu menyiapkan mata silindris dilengkapi minus ini untuk membaca. Memperbanyak referensi dan menggali data dan informasi terus menerus. Belum lagi banyak waktu yang hilang, me-madu jam kuliah. Menyita jam istirahat (karena keseringan inspirasi kecil ku bisa mengalir di atas jam 23.00). Hmmmm, lelah...jenuh dan bosan. Wajar banyak orang yang tidak suka menulis.
Satu keadaan yang terjadi berulang-ulang, tanpa ada variasi di dalamnya hanya akan menyisakan kejenuhan, kemonotonan, sehingga wajar membuat otak ini merasa bosan. Aku butuh evaluasi..
Menjadikannya sebagai beban, itulah frame yang aku temu dan rasakan. Secara langsung orang tua tidak menyuruhku menjadi seorang penulis, tidak pernah memintaku menjadi seorang jurnalis. Tapi entah dari kalimat yang mana aku lupa tepatnya, harapan itu ada dari mereka dan tertuju untukku.Menjadi seorang Penulis. Tapi aku tidak merasa dipaksa sebenarnya, tapi sengaja memaksakan diri. Menjadi seorang penulis. Hingga banyak cerita yang kudapat, banyak garis kecil yang telah kutemukan, banyak simponi keindahan yang telah aku dapatkan. Aku merasakan kenyamanan. Tapi aku lupa, rasa pemaksaan itu masih tersimpan di lubuk hati, meskipun tidak di rasa tapi dia tidak lari. Di saat sedikit rasa jenuh menghampiri maka di saat itulah rasa pemaksaan itu perlahan menguasaiku dan menguasai kegemaranku. Aku diberhentikan menulis. Segalanya, dan hari yang sangat tidak produktif telah aku rasakan beberapa pekan kemarin...
25 Juni 2012
Sebagaimana di pagi hari seperti biasa, lepas membaca tajuk satu media cetak, muncul satu diminta redaksi untuk dipublishkan, jadi pendapatku bisa terbaca oleh setidaknya lebih dari 10 orang. Hmmm, dakwah semakin difasilitasi tentunya. Lamunan kecil itu aku hentikan, ku ambil laptop, ku tuliskan pokok paragraf dan pendapat sisipan yang ingin aku sampaikan. Dan "zzzzrttreyrw" tak ada ide untuk mengolah tulisan dan bingung seperti apa format tulisan yang akan aku sajikan.
Ya, baru sadar dari teguran. "Sebulan berhenti menulis, maka selama sebulan itu pula harus mulai belajar dari 'nol' untuk menulis". Dan aku menyadari AKU BUTUH MENULIS.
PS: Menulis bisa mengatur emosi penulisnya lho! Yuk semangat, meskipun harus memulai dari 'nol'
Ern Hidayatul Ulya
Bandung, 26 Juni 2012
14:19
Keyboard terasa jadi benda yang asing sekarang. Ringkas sejarah dan sebab musababnya, kemarin sempat bertekad untuk meliburkan diri sejenak dari dunia tulis menulis. Penulis amatiran yang sok 'kewalahan'. Gak berlebih kalau menyebutnya sok kewalahan, toh ya memang lah benar, belum ada nama, tulisan belum banyak yang terpublish dan terlebih berguna buat orang lain, sudah dengan mudah dan santainya bilang 'capek' dan 'lelah'. Menyesal..
Itulah inti yang didapat dari keputusan ringkas kemarin, memilih berhenti menulis, meskipun itu hanya sekedar artikel. Keseharian berjalan seperti biasa, mondar-mandir dari Dago atas ke daerah ujung Juanda, Setia Budi dan beberapa jalan di cabang kota Bandung dan sekitarnya, toh ujian sidangpun juga berakhir, tidak begitu banyak yang membebani. Saatnya menikmati kehidupan tanpa ada tekanan 'dari siapapun', penerbit, editor, juri lomba, redaktur dan lainnya. Benar-benar ingin 'LEPAS'.
Hawa ringan dan kecil itu kembali menyambangiku, mengenalkan akan arti kerinduan, kerinduan yang entah seberapa derajat konsentrasinya kini, yang mengantarkan aku pada ketidak stabilan. Kalau orang muda jaman sekarang menyebutnya sebagai 'kegalauan', ya mungkin saja aku juga bagian dari itu. Mencicipi Galau,...
Hari-hari tak sebinar biasanya, muram, kacau dan penuh dengan kegelisahan. Emosi sudah naik turun tak beraturan, mencoba menjerit untuk menjadi kekasihNya, justru di saat seperti inilah aku semakin merasa tidak nyaman. Merasa terkejar-kejar, dikurung dan terbelenggu. Coretan inspirasi tidak pernah aku tinggalkan dalam note kecil yang selalu menyertai kepergianku. wherever. Tapi apalah daya, coretan itu hanya tinggal coretan. Sesampai di villa Jati 1 tak pernah aku lirik bahkan aku niatkan untuk mengolah. Segalanya terlampau menjenuhkan."Kembali, menulis itu menjenuhkan".
Hantuan kalimat seperti itulah yang mengiming-imingiku untuk terhenti. Bagaimana tidak, sehari-hari harus selalu menyiapkan mata silindris dilengkapi minus ini untuk membaca. Memperbanyak referensi dan menggali data dan informasi terus menerus. Belum lagi banyak waktu yang hilang, me-madu jam kuliah. Menyita jam istirahat (karena keseringan inspirasi kecil ku bisa mengalir di atas jam 23.00). Hmmmm, lelah...jenuh dan bosan. Wajar banyak orang yang tidak suka menulis.
Satu keadaan yang terjadi berulang-ulang, tanpa ada variasi di dalamnya hanya akan menyisakan kejenuhan, kemonotonan, sehingga wajar membuat otak ini merasa bosan. Aku butuh evaluasi..
Menjadikannya sebagai beban, itulah frame yang aku temu dan rasakan. Secara langsung orang tua tidak menyuruhku menjadi seorang penulis, tidak pernah memintaku menjadi seorang jurnalis. Tapi entah dari kalimat yang mana aku lupa tepatnya, harapan itu ada dari mereka dan tertuju untukku.Menjadi seorang Penulis. Tapi aku tidak merasa dipaksa sebenarnya, tapi sengaja memaksakan diri. Menjadi seorang penulis. Hingga banyak cerita yang kudapat, banyak garis kecil yang telah kutemukan, banyak simponi keindahan yang telah aku dapatkan. Aku merasakan kenyamanan. Tapi aku lupa, rasa pemaksaan itu masih tersimpan di lubuk hati, meskipun tidak di rasa tapi dia tidak lari. Di saat sedikit rasa jenuh menghampiri maka di saat itulah rasa pemaksaan itu perlahan menguasaiku dan menguasai kegemaranku. Aku diberhentikan menulis. Segalanya, dan hari yang sangat tidak produktif telah aku rasakan beberapa pekan kemarin...
25 Juni 2012
Sebagaimana di pagi hari seperti biasa, lepas membaca tajuk satu media cetak, muncul satu diminta redaksi untuk dipublishkan, jadi pendapatku bisa terbaca oleh setidaknya lebih dari 10 orang. Hmmm, dakwah semakin difasilitasi tentunya. Lamunan kecil itu aku hentikan, ku ambil laptop, ku tuliskan pokok paragraf dan pendapat sisipan yang ingin aku sampaikan. Dan "zzzzrttreyrw" tak ada ide untuk mengolah tulisan dan bingung seperti apa format tulisan yang akan aku sajikan.
Ya, baru sadar dari teguran. "Sebulan berhenti menulis, maka selama sebulan itu pula harus mulai belajar dari 'nol' untuk menulis". Dan aku menyadari AKU BUTUH MENULIS.
PS: Menulis bisa mengatur emosi penulisnya lho! Yuk semangat, meskipun harus memulai dari 'nol'
Ern Hidayatul Ulya
Bandung, 26 Juni 2012
14:19