PELAYAN KEABADIAN
“Selalu ada yang menunggu untuk
menggantikan dan membangun kembali”
_Marie
Chauvel_
“Apa
jadinya mereka kalau tidak ada aku?”, “Ah, paling nanti juga tidak akan ada
banyak yang berubah dan bisa dilakukan!”, “Pasti juga hanya membual dan omong
kosong, tak lebih hanya keseringan diam di tempat saja”. Tersadari dalam ucapan
secara lisan dan dalam hati, maupun tanpa sadar muncul dalam umpatan kalimat
itu muncul ke permukaan. Merasai posisi yang cukup berarti dalam satu keadaan,
sehingga wacana dalam jiwa merasa bangga akan dapat dengan mudah
dikembangbiakkan. Merasa diri paling berarti. Dengan semena mena dalam
berkarya, dengan asal-asalan dalam menjalankan amanah dan banyak penyimpangan
tindakan yang lainnya, kembali lagi karena merasa diri paling berarti. Terlebih
dalam kebersamaan dengan lingkup jama’ah.
Di
aspek yang satunya juga tidak jarang untuk kita rasakan, “saya tidak ada
apa-apanya di antara mereka”, “mereka bisa bergerak meski tanpa adanya saya”,
“saya tidak bisa apa-apa dan saya tidak banyak bisa diharapkan dalam kelompok
ini”, “saya pilih berhenti saja”. Kalau yang di paragraf atas menunjukkan dengan garis ke-PD annya
atau dramatisnya disebut dengan garis kecongkakannya sedang di sini adalah yang
kurang memiliki kepercayaan diri, tidak memiliki motivasi dan rendahnya
pengakuan pada diri sendiri, tidak memandang segala kekuatan yang telah
dikaruniakan padanya.
Menyadur
kalimat yang diucapkan oleh Marie Chauvel dalam novel The Da Vinci Code tulisan
Dan Brown “Selalu ada yang menunggu untuk menggantikan dan membangun kembali” inilah
titik temu dan kata-kata simpel yang bisa mencambuk kesewenangan kita.
Setidaknya mengajarkan kita akan arti kesadaran. Dalam aspek keberjamaahan
dalam dakwah di sini juga bisa ditegaskan, selaku pengemban amanah kita
hanyalah orang yang melaksanakan tugas. Di mana mengemban memiliki arti sebagai seorang pelayan, yang melayani tanpa
harus meninggikan diri. Menghambakan segenap kepemilikan hanya pada-Nya. Karena
setiap ada keengganan atas amanah yang dititipkan hakikatnya amanah itu tidak
akan terlantar, pasti akan ada hamba pilihanNya yang lain menjalankannya,
menuntaskan dan memparipurnakan. Karena kita hanya pengemban amanah perjuangan
dalam dakwah ini, dan sangat mudah bagi Allah selaku majikan kita untuk mencari
pengganti pelayanannya. Dan memang selalu ada yang menunggu untuk menggantikan
dan membangun kembali. Kesadaran tinggi dituntut dalam ranah ini. Jadilah yang
terbaik!
Ikhwah,
bukan berarti Allah merendahkan kira dengan martabat sebagai pelayan, namun Dia
berkehendak ketawadhuan muncul di setiap hambaNya, Dia juga berkehendak setiap
dari hamba yang diciptakanNya memiliki perjuangan keras dalam perlombaan
kebikan sehingga bisa menggenggam satu predikat yang sudah diberikan sebagai
hamba terbaikNya. Mencobalah untuk menjadi pelayan di setiap keadaan, dalam
ranah peribadatan, dalam ranah kehidupan sosial bernegara, berorganisasi maupun
dalam pertemanan dan segala kesempatan dan keadaan yang ada. Jangan rendah diri
namun janganlah bertinggi hati.
*Bahan
renungan: Sampai kapankah kita akan berhenti menganiaya saudara dengan amanah
yang sengaja kita tinggalkan?
Bandung,
5 Juli 2012
Ern Hidayatul Ulya
sumber gambar: saifulhadiningratan.wordpress.com
Label:
OPINI